REVIEW FILM: Shy Shy Cat (2016)

by - November 14, 2016



Saya mungkin bukanlah penyuka film-film Indonesia. Terlebih karena Saya tidak pernah mengikuti perkembangan film Indonesia. Walau pernah, itu cuma sedikit, kebetulan terakhir temen-temen Saya yang doyan filmnya Raditya Dika, judulnya Koala Kumal, cukup menyita perhatian Saya dan humornya memang sangat efektif membangkitkan pita tertawa saya sepanjang menonton film itu. Dengan modal ingin tahu lebih banyak lagi, jadi Saya mulai melakukan PDKT terhadap film Indonesia. Sejauh apa sih film Indonesia sekarang? Apakah masih seperti dulu atau sudah lebih baik? Dan pertanyaan-pertanyaan dikepala saya terus mengalir dan membuat rasa penasaran saya makin melunjak. Nah, mungkin film Shy Shy Cat (Malu Malu Kucing) karya Monty Tiwa menjadi referensi pertama Saya dalam menjelajah film Indonesia, terutama bagian komedinya. Dan alhasil, hmmm.... This is mediocre and cliche, but it's full of fun!

Mira (Nirina Zubir) adalah wanita kampung yang telah sukses menapaki karir di ibukota Jakarta sebagai pegawai perbankan. Di umurnya yang telah mencapai 30 Tahun, abahnya (Budi Dalton) yang seorang jawara silat dikampungnya menagih janji anaknya sewaktu kecil jika tepat pada umurnya tersebut tersebut ia bersedia dijodohkan dengan Otoy (Fedi Nuril), salah seorang anak kampung didesanya. Tapi sayangnya Mira sangat membenci Otoy karena perilakunya yang aneh dan dianggap cabul sewaktu kecil. Agar perjodohan antara Mira dan Otoy gagal, ia meminta kedua sahabat sehidup sematinya, Umi (Tika Bravani) dan Jessy (Acha Septriasa) untuk ikut bersamanya pulang kampung dan membantunya membatalkan acara perjodohannya. Tapi, siapa sangka ketika mereka sudah sampai, suasana kampung yang dulunya sangat tertinggal dan terbelakang mendadak telah berubah total. Bahkan Otoy yang dikiranya jelek dan cabul, telah berubah menjadi pria tampan, cerdas dan sholeh yang justru membuat terpikat kedua teman Mira. Disinilah akhirnya persahabatan mereka bertiga diuji.

Sebelum menonton ini saya memang tak memasang ekspetasi terlalu tinggi. Hanya satu saja yang saya harapkan, setidaknya film ini bisa sedikit saja menghibur saya sampai akhir. Dan sedikit diatas ekspetasi Shy Shy Cat menjelma menjadi sajian komedi remaja yang sangat kocak. Memang terlihat klise, contohnya seperti dari pria yang dulunya jelek dan bodoh berubah menjadi tampan dan cerdas, tiga orang perempuan berebutan satu laki-laki itu, dan semua yang saya saksikan very very cliches. But, really... I don't care. Disini malah saya benar-benar mengabaikan semua keklisean film yang mirip drama FTV dan malah saya menikmati alur cerita dari awal hingga akhir.

Setiap moment memberi gelak tawa dan kekonyolan yang efektif. Dengan beberapa dialog sunda yang sembarang dan campur aduk, walau memang ada beberapa bagian yang agak memaksa penonton untuk tertawa dan terlebih lagi norak, tapi kemudian kekonyolan-kekonyolan berikutnya berhasil menutupi bagian lainnya. Disini kita punya Nirina Zubir, Tika Bravani, dan Acha Septriasa sebagai tonggak film ini. Mereka bertiga mengingatkan saya pada tiga wanita di Bad Moms. Nirina sebagai wanita karir sukses, Tika sebagai wanita yang punya penyakit gampang depresi, dan Acha sebagai yang diluar perkiraan saya.

Acha, oh... Acha, artis yang saya kira selalu jadi ratu drama di layar lebar ini ga nyangka lebih mahir ngelawak ketimbang dua temannya tadi. Dialah yang paling menyita perhatian saya dari awal dia nongol di scene pertamanya saat ia berperan sebagai pemeran hantu esek-esek. Dengan dandanan nakal ala Nikita Mirzani, Acha yang paling menebar pesona bukan karena tubuh seksi dan wajah cantiknya, tapi gelagat konyolnya yang luwes dan apa adanya paling membuat saya mules sampai melompat dari kursi bioskop. Dan dibantu oleh Soleh Solihun yang juga kerap melontarkan dialog absurd dan kocak, menambah parahnya komedi dalam film ini.

Tidak banyak sih yang bisa diharapkan dalam cerita film ini sendiri. Seperti saya bilang dari awal, ia terlalu klise dan dibawah ekspetasi. Jika saja bahan ceritanya lebih dirapihkan dan ditata lebih baik. Tapi, dibalik itu masih ada beberapa selipan dan isu yang masih mampu menjadi bumbu cerita film ini. Seperti isu untuk memajukan pedesaan atau perkampungan di Indonesia yang masih jauh dari teknologi, dan juga isu sosial lainnya yang menyentil sedikit norma agama dan juga pola pikir masyarakat perkotaan. Walau kadang memang agak diluar konteks, tapi sepertinya film ini tidak hanya ingin menghibur kita saja, tapi juga ingin memuat sebuah pesan makna. Yang membuat film ini tidak sekedar film, tapi juga diingat oleh penontonnya sendiri. Memang bukan cara yang buruk.

Dibawah kemudi Monty Tiwa. Jujur saya benar-benar awam soal film Indonesia dan tak banyak referensi yang saya dapat untuk lebih mendetilkan cerita film ini, bahkan sosok Monty Tiwa sendiri masih terasa asing. Tapi, hal yang sudah saya tahu sepertinya Monty Tiwa cukup cerdas memberi komedinya yang memang terkesan norak, gokil, dan ancur banget. Dan Acha yang diluar dugaan adalah faktor terbesar kenapa kalian harus menonton film ini. Dan tentang jawaban saya diatas tentang apakah film Indonesia lebih baik? Jika dibilang lebih baik, mungkin kata terbaik adalah Indonesia perlu belajar lebih banyak lagi dalam membenahi setiap kekurangan yang ada, terlebih melihat bagaimana harga diri film Indonesia dimata dunia tidak lagi dipandang sebelah mata. Jadi, saya bukan sok mengajarkan tapi hanya sekedar berharap bahwa perfilman Indonesia bisa lebih kaya dan lebih kreatif.

Ya, walau rada ngga nyambung dengan ulasan film ini, tapi karena ini pertama kali buat saya mengulas film Indonesia. Dan mungkin ini juga kata-kata yang tepat buat saya mengatakannya, karena buat saya film Shy Shy Cat sendiri cukup menghibur. Tak perlu bernada sinis dengan film Indonesia, toh kembalikan pada persepsi masing-masing. Saya juga dulu sinis, tapi sekarang layaknya orang yang ingin lebih tahu dan ingin lebih menyadari. Mungkin dengan menulis ini sedikitnya bisa menginspirasi dan memajukan perfilman Indonesia. Karena tanpa sebuah kritikan dan pujian yang tepat kita takkan pernah tahu kekurangan film kita sendiri.

You May Also Like

0 Comments