REVIEW FILM: The Disappearance of Alice Creed (2010)

by - November 13, 2016




The Disappearance of Alice Creed akan bercerita tentang sebuah drama penculikan yang ditata sangat rapi dan begitu hati-hati. Film ini juga dari awal hingga akhir akan menyuguhkan tiga tokoh utama saja. Dua orang penculik dan satu sandera wanita. Nah, sebelum Saya mengulas film ini lebih lanjut ada baiknya kalau yang belum nonton film ini saya sarankan untuk berhenti membaca tulisan Saya, karena apa yang Saya tulis disini mengandung banyak SPOILER!. Jadi, jika kamu masih mau bersenang-senang dengan film ini silahkan tutup saja dan nikmati saja ulasan film Saya yang lain. Karena, sulit untuk tidak membeberkan spoilernya sendiri yang punya rentetan kejutan yang akan kamu dapatkan di film ini. Tapi, jika masih nekat, ya monggo...

Film ini akan diawali dengan sebuah skema rencana yang sangat-sangat rapi. Tak ada dialog, tak ada petunjuk apa-apa yang akan mengantarkanmu pada dua orang pria yang tengah sibuk melakukan sesuatu, membeli perlengkapan dan peralatan, membongkar pasang sebuah ruangan, mendandani mobil, hingga membawa masuk seorang wanita kedalam mobil dalam keadaan kepala ditutupi kain dan membawanya ke sebuah apartemen kosong. Ya, itu semua hanya demi sebuah penculikan yang telah disusun sedemikian rupa, sedemikian rapi, dan sedemikian hati-hati.

Danny (Martin Compston) dan Vic (Eddie Marsan) adalah mantan narapidana yang baru keluar dari penjara, yang memang sudah merencanakan aksi penculikan ini dari awal. Dan tentu saja orang yang diculiknya sendiri adalah Alice Creed (Gemma Arterton), anak dari seorang pengusaha kaya raya untuk meminta uang tebusan sebagai pertukaran dengan sang gadis. Sang sutradara, J Blakeson (The Descent 2) tidak akan bermain di area yang luas. Tapi, ia cenderung akan memainkan plot sempit di sebuah kamar apartemen yang berkonflik antara si penculik dan si sandera. Dan tentu seperti Saya bilang, walau ia hanya berkutat disitu saja tapi ia punya rentetan kejutan tak terduga dan begitu banyak konflik yang mengungkap kebenaran dari ketiga orang ini.

J Blakeson memang sudah membuat pondasi cerita yang terlihat begitu cerdas dan begitu dramatis. Walau sebelumnya ia hanya seorang pembuat naskah cerita film horor, tapi kesanggupannya menulis naskah sekaligus menyutradarai film ini patut diperhitungkan. Apalagi twist yang dihadirkan dalam film ini tidak hanya satu, tapi hingga tiga lebih kejutan yang menantimu. Dan Blakeson mampu meramu itu semua dalam sebuah area sempit seperti ini. Ya, tanpa clue dan tanpa menebak-nebak siapa mereka bertiga. Dibalik itu semua ternyata mereka punya hubungan misterius dan Saya pun sempat syok dengan hubungan Danny dan Vic begitu kotor dan menjijikkannya.

Bungkusan elemen kidnap thriller cerdas dan menegangkan ini memang sudah berhasil menjaga atmosfernya secara terus-menerus, sehingga ceritanya sendiri bisa dibangun dengan menarik. Tapi, sayangnya saya memang sempat terkejut dengan hubungan percintaan mereka bertiga ini. Bahkan disini terdapat sebuah cinta segitiga yang terasa ambigu antara Danny, Vic, dan Alice Creed. Mungkin point inilah yang terasa kurang digali lagi oleh J Blakeson, bahkan sebetulnya ia masih bisa memberikan kejutan lebih banyak. Bahkan Saya pun masih bertanya-tanya sosok Vic yang sebenarnya adalah satu-satunya otak dari segala rencana penculikan ini. Tapi, sayangnya memang latar belakang ketiganya ini kurang memberi emosi personal setiap karakter lebih dalam. Sehingga Saya cuman merasa tertarik dengan kehadiran plot cerita yang ada.

Tapi, Saya sebenarnya cukup salut dengan ketiga akting mereka disini. Cukup tampil berani dan disturbing. Apalagi ini kedua kalinya setelah film (A Deal Is a Deal), Gemma Arterton mau berakting telanjang tanpa sebenang kain pun, diborgol diatas ranjang bahkan kencing didepan penculik mau ia perankan secara totalitas. Mimik wajahnya pun membuat dampak histeria yang cukup membangun suasana. Dua jempol buat Gemma disini. Juga akting berani pun ditampilkan oleh Martin Compston dan Eddie Marsan. Walau tidak separah Gemma, tapi akting ciuman yang mereka lakukan berdua walau cuma satu scene, memberi efek disturbing luar biasa. Yakss, hubungan yang terjalin antara mereka berdua ini kadang membuat Saya ngilu dan ngelus-ngelus dada. Vic sendiri adalah karakter homoseksual tulen, tapi ia seorang cerdas, dominator, dan berwatak keras, karena dialah otak kejahatan ini. Tapi, entah kenapa ia bisa jatuh hati dengan Danny, yang terlihat lemah, bodoh, dan terlihat polos ini. Ya, karakter Danny adalah seorang ambigu dan entah apa yang ada di otaknya, nafsu kah? Atau cinta kah? Mungkin diantara dua lainnya, yang paling buruk aktingnya adalah Eddie Marsan.

Walau memang film ini punya kualitas dari segi cerita dan caranya membangun atmosfer sebagai film drama penculikan yang cerdas. Tapi, Saya tidak bisa menerima kehadiran jalinan cinta segitiga antara Vic, Danny, dan Alice Creed. Tidak jelas dan ambigu. Tiada latar belakang yang jelas tentang hubungan mereka sebenarnya. J Blakeson memang sangat berani dalam menampilkan beberapa adegan yang maksimal memberi teror, tapi disaat bersamaan ia kurang berani mengeksplorasi lebih banyak cerita. Bahkan menurut Saya ia terlalu fokus dalam membuat twist demi twist tapi kurang mendandani twist tersebut lebih berefek mengejutkan. Dan pada akhirnya Saya hanya menyukai film ini setengahnya saja.

You May Also Like

0 Comments