REVIEW FILM: The Lego Batman Movie (2017)

by - Juni 21, 2017



Terkadang saya cukup tergelitik dengan fakta belakangan soal film DC yang cukup banyak merasakan lika-liku menggapai kesuksesan mereka secara kualitas dinilai inferior. Yap, ini bukan soal kesuksesannya yang cukup positif dalam hal menumpuk pundi-pundi dollar, contoh terakhirnya film Suicide Squad yang berhasil meraup keuntungan kotornya $325,021,779 tapi dicap kelewat buruk dalam penggalian karakter dan cerita yang repetitif. Sejarah kelam pendek DC ini sekelam film-film mereka yang cukup tertular oleh Christopher Nolan lewat The Dark Knight.

Mencoba lebih berwarna dengan komedi sebagai usaha perbaikan tone gelap mereka yang kelewat kental dengan sedikit pemanis. Dan tentunya menggaet teknik pemasaran baru dan anti-mainstream, DC sepertinya tak kehilangan akal keluar dari zona amannya untuk bisa menyaingi kompetitornya, Marvel. Dan tentu saja The Lego Batman Movie menjadi sebuah daya tarik berbeda dari film-film DC sebelumnya dengan menculik kesuksesan mainan buatan milik Ole Kirk Chiristiansen. What's a good news if we knew the Lego Movie's franchise was the great movie will come to win in The Lego Batman Movie?

Dengan tetap masih mengambil karakter Batman yang pernah kita temui di film The Lego Movie, menonton film The Lego Batman Movie ini ibarat menonton sebuah film batman yang diparodikan sebagai kartun animasi, sejak embel-embel logo ciri khas Warner Bros dan DC ini muncul sebelum film dimulai yang secara mengejutkan batman dengan suara berat ciri khas-nya tersebut membuat guyonan pada serangkaian awal film bahkan saat layar masih dalam mode black screen. Dan tidak kurang dari semenit hingga tiap-tiap menit film berlanjut yang dipegang oleh Chris McKay yang sekarang berperan seorang diri di bangku sutradara sudah menyajikan guyonan dan lelucon tanpa henti.

Tentu saja guyonan dan lontaran komedi tersebut datang dari berbagai hal, dan kebanyakan termasuk guyonan yang bersifat cibiran dan offensif yang datang dari mulut Batman sendiri yang tidak sedikit menyinggung beberapa tokoh karakter DC, bahkan salah satu karakter fenomenal Marvel sempat disindir dengan cukup menantang, seolah memang antara DC dan Marvel sedang melakukan perang dingin. Referensi segar dengan banyolan ala lego ini pun masih cukup cerdas dan bukan hanya sebagai komedi tanpa arah, tapi juga terdapat selingan nostalgia tentang pop culture film Batman dari masa ke masa yang muncul sebagai guyonan yang terus-menerus memancing tawa.

Dan tentu saja seperti film lego sebelumnya yang begitu bebasnya menjadi sebuah universe tanpa batas termasuk mengada-adakan sebuah karakter franchise besar film lain sebagai referensi tak masuk akal dan bahkan diluar nalar yang asalnya dari imajinasi seorang anak kecil yang bermain di atas sebuah papan meja milik ayahnya, seperti kita tahu kegilaan bahkan keabsurdan film Lego tetap mampu memberi tawa konstan dari awal hingga akhir. Dengan referensi liar dan gila ini memang Seth Grahame-Smith, Chris McKenna, Erik Sommers, Jared Stern dan John Whittington yang beramai-ramai menjadi penulis naskah punya keberanian membawa tingkatan yang sama dengan pendahulunya yang sangat berhasil membuat saya tergila-gila dengan The Lego Movie.

Ya, memang film ini hampir memiliki semua kesenangan yang saya harapkan seperti yang film pertama lakukan, tapi sayangnya tidak semua lelucon film ini mampu saya terima dan terlampau kelewat batas dan berlebihan membuat ekspetasi saya dari awal baik-baik saja lalu menguap perlahan. Seperti perkataan awal saya bahwa The Lego Batman Movie ibarat seperti film parodi yang di animasikan, hanya saja dengan kualitas visual dan bobot referensi yang epic dan lengkap, justru aksi yang menuntut pada ke superhero-an batman dan juga relasi antar tiap karakter baik villain dan regu superhero lainnya terlalu absurd untuk diterima. Seperti tuntutan seorang Joker yang ingin dianggap oleh Batman buat saya terlalu kekanak-kanakan dan menciderai momentum psycho yang saya dapat dari berbagai referensi film sebenarnya soal Joker, meski saya memandang film ini memang tampak sebagai warna baru dari film yang selama ini gelap yang mungkin sebagian bisa menerima tapi sebagian juga tidak, hingga momentum terakhir klimaks yang juga menurut saya terlalu lebay dan aneh.

Mengangkat tema tentang arti keluarga, cinta dengan balutan kemurungan dan rasa trauma yang dialami alter ego Bruce Wayne dengan masa lalunya, film ini memang cukup ditolerir bagaimana ia sanggup mengangkat kisah superhero ini lebih dalam sepanjang sepak terjang dan sejarah kita mengetahui entah secara detil maupun sederhana sosok kelelawar tersebut. Dibalik bayang-bayang kehidupan mewah dan kaya raya, terselimuti sesuatu yang selalu menohok tentang sebab dari Bruce Wayne yang penyendiri serta letak kerapuhannya sendiri. Hingga bagaimana ia berada ditengah masyarakat kota Gotham dan eksistensi dirinya sebagai vigilant bagi hukum negara. Bahkan sosoknya diantara superhero, villain bahkan orang-orang terdekatnya yang cukup akrab bagi kita. Well, ini mungkin bukanlah film yang sebagus ekspetasi saya dengan film pertamanya, tapi ia masih memiliki timbunan referensi cerita yang tidak sembarangan dibuat dan ditata semenarik mungkin, yang dibalut dengan komedi segar dan tingkat absurditas tinggi tanpa henti yang tentunya jika kamu bisa menerimanya tanpa berat hati.
 
🎥 Director | Chris Mckay
🎥 Writer | Seth Grahame-Smith, Chris McKenna, Erik Sommers, Jared Stern, John Whittington
🎥 Studio | Warner Bros. Pictures
🎥 Rating | PG (for rude humor and some action)
🎥 Runtime | 104 minutes (1h 44min)



OFFICIAL RATING | THE LEGO BATMAN MOVIE (2017)
Rating Film IMDB

Rating Film Rottentomatoes

You May Also Like

0 Comments