REVIEW FILM: Blood Father (2016)

by - Juni 23, 2017



Di saat generasi aktor dan artis baru yang begitu banyaknya mengisi panggung dunia industri perfilman Hollywood saat ini, namun sepertinya tidak sedikit pula generasi lama semacam Arnold Schwarzenegger maupun Sylvester Stallone mampu tetap bersaing dalam puncak popularitas untuk mendapatkan peran sentral dalam sebuah film. Seolah tiada kata uzur dengan kemelut umur yang sudah tidak lagi muda, tapi para senior film action ini tetap punya daya tarik sendiri saat mereka sedang berlaga. Dan tentu saja salah satu dari mereka yang masih eksis hingga sekarang meskipun acapkali popularitasnya kurang sebanding dengan kedua rekannya tersebut, Mel Gibson sepertinya tidak boleh dipandang sebelah mata tidak hanya kemampuannya dalam urusan laga action, tapi juga kemampuan aktingnya yang mumpuni, dan lebih dari itu kemampuannya dalam penyutradaraan.

Lewat film terbarunya "Blood Father" ini Mel ditantang kembali lewat perannya sebagai seorang ayah bernama Link. Seorang pria mantan narapidana yang baru saja dibebaskan bersyarat dari sel tahanan selama 17 tahun untuk mencoba hidup bersih dan tenang dalam sebuah trailer sekaligus bekerja menjadi tukang tato untuk meninggalkan dunia kelam dan kerasnya dulu serta berusaha berhenti menjadi pecandu alkohol selamanya. Karena telah bebas dari penjara Link berusaha untuk menemui anak perempuannya yang hilang untuk dapat kembali bertemu dengannya setelah sekian lama ia rindukan, namun siapa sangka Link segera mendapatkan kontak langsung dari anaknya Lydia (Erin Moriarty) yang menelepon dirinya, namun bukan kabar baik yang ia terima ternyata anaknya berada dalam situasi berbahaya yang mengancam keselamatan nyawanya karena keterlibatan dirinya atas pembunuhan serta menyeretnya pada organisasi kriminal berbahaya yang ingin membunuhnya. Karena berusaha menyelamatkan anaknya dari mara bahaya serius Link akhirnya terpaksa memutuskan kembali terjun di dunia yang seharusnya baru saja ia tinggalkan.

Buat saya cukup disayangkan tatkala film yang di usung oleh sutradara Jean-François Richet ini tidak cukup popular dan terkenal diantara film action lainnya, pengecualian jika yang bermain tidak lain semacam Jason Statham atau Vin Diesel sekalipun meski film solo mereka kadang tidak sebagus yang diharapkan setidaknya masih diminati kebanyakan orang. Blood Father justru mengusung genre action-thriller yang terasa sangat gritty dan intense. Adegan action film ini tampak membabi buta dengan dipenuhi segolongan orang-orang bertampang sangar, bertato dan liar yang siap mengajak Mel Gibson dan Erin Moriarty terpacu adrenalin dengan sangat keras. Meski tipikal film ini mengajak kita hit and run, tapi dengan screenwriter Peter Craig dan Andrea Berloff yang sebenarnya sederhana ini, Jean tidak membuat ceritanya sendiri melempem dan justru dipenuhi sebuah hubungan emosional drama keluarga. Sedari film ini berjalan kita telah dibekali dengan segudang pertanyaan sebab-alasan Lydia terlibat dengan kekasihnya Jonah (Diego Luna) yang masih menyimpan misteri siapa dirinya yang nantinya akan dijawab segmented dengan kebenaran yang sangat pelik dan mengejutkan.

Selain itu untuk bagian aktingnya sendiri punya profit bagus yang mampu diperankan oleh Mel dan Erin yang terhubung dengan chemistry yang kuat sebagai father-daughter, dengan hubungan yang pada awalnya terasa canggung dan kaku. Tapi, seiring cerita berjalan hubungan mereka berdua justru terlihat makin kuat. Ada Link dengan perawakan kasar dengan kehidupannya yang gelap, bahkan sosoknya diperkuat dengan koneksinya dengan seorang 'preacher' (Michael Parks) dari kalangan dan pendukung neo-nazi, hingga seorang sahabat baiknya di penjara bernama Arturo Rios (Miguel Sandoval). Namun, tampak lembut dan ramah akan kehidupan barunya bahkan saat ia memiliki seorang sahabat sekaligus sponsornya, Kirby (William H. Macy). Dan Lydia pun cukup mampu mengimbangi karakter anak yang kehilangan peran orang tua, fearfulness, namun sebetulnya tampak bertindak untuk melindungi dan menyayangi juga ayahnya meski kerap kali ia kurang terlihat beruntung dan pintar memutuskan sesuatu. Ya, disini pun saya sesungguhnya masih melihat juga figur seorang ayah yang bukan saja soal pasang badan dan berkorban nyawa untuk anaknya, disini saya pun menemukan masih adanya hubungan moral saat Link yang masih menasehati Lydia dengan cara pandang hidup, pergaulan serta caranya dalam mengambil keputusan dengan cara yang lebih dewasa.

Well, Blood Father cukup memuaskan, ketegangan yang dibangun serta bagian action dan pengembangan chemistry father-daughter ini terasa kuat dan menghibur. Meski saya cukup menyayangkan cerita yang buat saya sendiri sebetulnya masih bisa dikembangkan menjadi lebih rumit dengan konflik lebih mendalam, tapi keputusan cerita yang memang sudah dibuat sedemikian rupa terasa antiklimaks. Ya, karena pada dasarnya sedari awal Jean dan penulis naskahnya bertujuan untuk memperlihatkan sosok pria yang baru mendapatkan kebebasan dan hidup lebih baik, tapi karena demi melindungi dan menyayangi anak kandungnya sendiri rela menyerahkan segalanya bahkan hidupnya sendiri yang lebih relevan sebagai film yang memancing emosi penonton dengan drama kehidupannya yang menyentuh dari caranya yang gritty ketimbang sebuah tontonan action-thriller penuh dengan adegan tembak-menembak yang jauh lebih gila dan abnormal.

You May Also Like

0 Comments