REVIEW FILM: Nocturnal Animals (2016)

by - Maret 26, 2017



Setiap orang punya caranya sendiri untuk mengungkapkan rasa sedih dan rasa luka di hatinya. Secara umum orang akan beranggapan bahwa kesedihan bisa diungkapkan hanya dengan air mata, tapi mungkin juga tidak. Pengungkapan rasa sedih dan terluka juga bisa diungkapkan melalui kata-kata maupun tulisan. Seperti apa yang ditunjukkan Nocturnal Animals di film ini, antara percampuran drama melodramatis dan psikologi thriller. Mungkin saya akan sedikit membeberkan *SPOILER* untuk mengetahui usaha apa yang coba diungkapkan sutradara Tom Ford yang kisahnya sendiri diadaptasi dari novel karya Austin Wright berjudul "Tony and Susan". Jadi, jika tidak ingin mendapatkan bocoran film ini sebaiknya tidak melanjutkan membaca ulasan saya kali ini.

Jika menyerempet tentang kesedihan, Nocturnal Animals mengeksplisitkan secara tragis dan esktrim yang dikemudikan dengan cara penceritaan non-linier dan kompleks. Jika, saya menyebutnya kompleks sebetulnya film ini cukup sederhana, hanya saja film ini menceritakan dua sudut pandang yang berbeda. Pertama, Susan Morrow (Amy Adams) seorang wanita kaya dengan kelas sosial yang tinggi sebagai pecinta karya seni yang memiliki sebuah art gallery, suatu hari Susan dikirimi sebuah manuscript novel berjudul "Nocturnal Animals" oleh mantan suaminya Edward Sheffield yang dulu ia tinggalkan kurang lebih 20 tahun lalu dan meminta dirinya kembali membaca karya suaminya tersebut. Kedua, Tony Hastings (Jake Gyllenhaal), pria yang diceritakan dalam novel fiksi Edward yang dideskripsikan sebagai dirinya sendiri, yaitu pria yang berencana melakukan liburan bersama istrinya Laura Hastings (Isla Fisher) dan anak perempuannya India Hastings (Ellie Bamber) mengalami kejadian tragis ditengah jalan yaitu pemerkosaan serta pembunuhan anak dan istrinya oleh sekomplotan orang tak dikenal yang dipimpin oleh pria yang dikenal dengan nama Ray Marcus (Aaron Taylor-Johnson).

Apa yang saya tangkap dalam film ini memang memberikan saya cukup multitafsir setelah menontonnya, karena melihat apa yang dilakukan oleh Edward mengirimkan novel tersebut kepada mantan istrinya sendiri cukup memberikan ambiguitas, apalagi setelah di akhir film ini pun sepertinya memang sengaja membuat penontonnya bertanya-tanya dan tidak memberikan penjelasan yang jelas (Apakah ia melakukannya untuk rujuk, teror, atau sebuah tujuan tersembunyi). Kecuali hal yang paling umum untuk disimpulkan memang tujuan Edward yang kita rasakan dan tangkap dari caranya menceritakan isi novelnya tersebut untuk mengungkapkan kepada mantan istrinya tentang kesedihan, kehilangan, penderitaan dan kelemahan yang digambarkan dari karakter Tony yang terjadi juga pada dirinya sendiri.

Juga bagaimana respon Susan yang sesekali membaca novel tersebut semakin tenggelam, membuat kondisi pikiran dan psikisnya terganggu lalu membuatnya kembali terbayang masa lalu kelamnya bersama Edward. Yang sedikit demi sedikit tabir kehidupan gelap dan buruk yang Susan alami semakin terang, berhasil membolak-balikkan pikiran dan simpatik penonton dan membuat serpihan dari rasa sakit dan kepahitan yang dalam baik yang dialami oleh Edward maupun Tony semakin membuat penonton merasakan ambigu.

Dua serpihan cerita yang dibagi dua ini memang terasa pakem dikedua sisinya, baik cerita Susan bersamaan kisah masa lalu dan juga kehidupannya sekarang. Dan juga cerita tragis yang dialami oleh Tony sebagai kisah "story in a story" sebagai sebuah kisah eksplorasif yang memilukan. Yang keduanya sama-sama mampu saling berkaitan satu sama lain yang membuat kehidupan Edward aka Tony sama-sama memberikan penderitaan yang hampir sama. Bahkan dari sisi kekejamannya pun hampir sama yang satu sisi dilakukan secara halus dan satu sisi dilakukan secara ekstrim, membuat akting Jake Gyllenhaal pun terasa sangat menyedihkan, lemah dan rapuh.

Untuk beberapa aspek yang ditonjolkan oleh Tom Ford dalam film ini pun cukup saya puji, baik untuk akting pemerannya, tata visual, tata busana dan juga tata rias. Darkly toned dan tata rias make up sudah cukup memberi kesan kelam cukup mencuri perhatian, dengan beberapa penyorotan lukisan-lukisan dan beberapa objek seni surealis bahkan telanjang, dan juga aktor dan artis yang berakting sangat luar biasa, apalagi tokoh tak disangka-sangka Bobby Andes (Michael Shannon) yang berperan sebagai polisi detektif yang membantu Tony menangkap pembunuh istri dan anaknya pun cukup memberi atensi sebagai polisi jujur dan badass yang berusaha memperjuangkan keadilan ditengah carut marutnya peristiwa dan permasalahan yang terjadi secara internal maupun ekstenal. Dan juga Aaron Taylor-Johnson yang aktingnya "out of the box", semacam kriminal sakit jiwa yang aktingnya disini seperti as*hole-man.

Well, film ini sebetulnya memiliki begitu banyak bagian yang sangat bagus dan sangat ok sebagai film drama thriller yang membuat kita terseret dalam kesedihan dan rasa sakit yang dialami oleh dua tokoh yang mengalami hal yang hampir sama yang ceritanya bergerak secara non-linier. Walau memang saya sedikit menyayangkan konklusi akhir yang memang tidak banyak membantu pakem cerita yang kuat diawal menjadi terasa mengambang dan kurang eksploitatif. Tapi, saya cukup terhibur apalagi jajaran cast dalam film ini pun sudah memberikan perannya secara maksimal, apalagi adegan pembukaan yang memang cukup memberi elemen ketegangan dan teror sekaligus intimidasi psikologis ini sudah cukup membawa saya pada tingkat cerita tragedi yang mengerikan, menyayat hati sekaligus compelling.

You May Also Like

0 Comments