REVIEW FILM: Jackie (2016)

by - Maret 23, 2017



Mengatakan bahwa film "Jackie" karya dari sutradara Pablo Larraín ini sebagai film biography Jacqueline Kennedy (Natalie Portman), pasangan mantan presiden tersohor Amerika Serikat, JFK, mungkin tidak sepenuhnya salah tapi juga tak sepenuhnya benar, mengapa saya katakan begitu? Karena meski film ini syarat tentang biopik cerita yang mentengahkan kisah Jackie dan pasti juga mempertemukan tragedi besar sepanjang sejarah tentang peristiwa penembakan dan pembunuhan presiden negara adidaya tersebut, apa yang dilakukan oleh Pablo adalah mempersempit area cerita dengan mencoba mempertemukan biography, historical, dan psychological, dan bukan cerita lengkap tentang perjalanan hidup ibu negara tersebut, melainkan cerita pasca peristiwa yang melibatkan kehidupan, emosi, dan perasaan seorang Jackie yang dirundung rasa duka, kesepian, dan kegelapan terdalam saat langsung menjadi saksi mata terbunuhnya sang suami di depan matanya sendiri saat daging dan darah suaminya berhamburan didepan tubuhnya sendiri.

Mungkin memang Pablo bersama dengan penulis naskahnya Noah Oppenheim tidak ingin sengaja menjadikannya kisah film ini terasa repetitif, karena sejarah tentang penembakan mantan presiden JFK ini sudah pernah disampaikan melalui sutradara Oliver Stone, dalam filmnya yang berjudul JFK (1991). Karena tidak ingin kembali menceritakan hal yang hampir sama, ia melakukan pendekatan berbeda secara emosional dan menelusuri kepribadian mendalam dari Jackie yang tergambar jelas dari kepiawaian Portman yang tampil begitu luar biasa. Bahkan pujian datang dari jurnalis yang memang langsung menuliskan kehidupan asli dari ibu negara tersebut kepada akting wanita yang saya kagumi juga di film "Black Swan" karya "Darren Aronofsky", yang terlihat sangat perfeksionis nan anggun, yang sanggup memunculkan aura ikonik, pesona elegan, tenang dan berwibawa, sekaligus tampil tampak sangat rapuh, goyah, tak tenang, dan sedih saat sang suami mati didepan matanya sendiri.

Dengan gaya bercerita Pablo yang terkesan tarik ulur, mungkin hampir kurang dari 2 jam film Jackie terasa begitu lemah dalam mengeksploitasi emosi sang tokoh utama, meski perjuangan Portman yang tampil begitu eksploratif dan ekspresif dalam menggambarkan kesedihan, depresi, kesepian, hilang arah dan kehilangan, sayangnya Pablo kurang cerdik mengeskposisikan cerita yang seharusnya dibangun lebih mendalam dalam menelusuri sepak terjang Jackie. Kesannya terlihat naik turun tanpa tersusun rangkaian cerita yang justru tiap kali scene berubah-ubah demi memperlihatkan daya tarik ekspresi Portman yang matang, seringkali tumpang tindih. Saya kurang mendalami kesedihan yang datang dari gaya cerita Pablo yang terasa kurang lancar. Meski bagian terbaiknya kesedihan dan rasa kehilangan tersebut tetap sangat kuat terpancar dari departemen akting artisnya sendiri.

Dibalik kesedihan dan gejolak maksi ekspresi dalam film Jackie, mungkin cukup beruntung bahwa saya yang notabene kurang tahu samasekali sosok Jacqueline Kennedy ini semakin tahu seperti apa dirinya dan masalah yang dihadapinya. Memang tidak diceritakan secara gamblang, tapi dengan mengetahui kepribadian, tata cara busana yang fashionable, dan juga saat Jackie curhat dengan seorang pendeta, menuntun kita mengetahui sosok sebenarnya dari ibu negara tersebut. Apalagi karena beliau lah yang pertama kali membuat sebuah tur keliling gedung putih, sekaligus yang kembali menata ulang dan dekorasi gedung putih menjadi semewah dan seanggun sekarang. Ya, Jackie memang punya selera tinggi akan karya seni dan musik. Digambarkan lewat dekorasi ulang yang saya tangkap dari kepiawaian Véronique Melery mendekorasi semirip mungkin tata ruang gedung putih pada masa itu, juga tata busana film ini Madeline Fontaine, yang membawa nama Madeline mendapatkan nominasi Oscar tahun 2017.

Selain itu juga, film ini menggambarkan perjuangan seorang Jackie dibalik kehancuran dan kedukaan yang dia alami, saat ia harus memperjuangkan warisan mendiang suaminya dan masalah politik dan gejolak kelam negara pada saat itu yang berkecamuk dan dihinggapi rasa was-was dan takut akan teror yang mengancam negara mereka. Bahkan saat seorang Jackie sendiri dari pertama menyandang status sebagai ibu negara, kemudian berubah menjadi bukan siapa-siapa, merasa terasing, meski dibalik itu semua setiap orang tetap menghormati, bersimpati dan menyanjung dirinya saat itu dirinya kehilangan seseorang tempatnya bersandar dan saat ia harus kembali pergi dari tempat dimana ia bersama keluarga dan suaminya saat itu.

Well, Jackie adalah sebuah film yang mencurahkan perasaan dan isi hati seorang wanita bernama Jackie yang mengalami problematika kehilangan orang yang dicintainya serta perjuangannya menjaga nama baik dan hak suaminya sebagai seorang kepala negara. Ini adalah sebuah film penghormatan bagi mendiang ibu negara yang memiliki ciri khas tidak hanya sebagai ibu negara termuda pada saat itu, tetapi juga bagaimana pengaruh dirinya dimata dunia dan juga politik, serta besarnya jasa dan penghormatan Jackie dibalik tragedi kelam sepanjang sejarah tersebut. Dan tentu saja semua itu karena performa akting dari artis favorit saya, Natalie Portman yang memang layak menyandang status sebagai wanita yang selalu layak menyandang nominasi Oscar, yang tahun ini pun penghargaan bergengsi tersebut masih dilirik oleh juri sebagai salah satu nominator, meski harus kalah oleh Emma Stone dalam film La La Land tahun ini.

You May Also Like

0 Comments