REVIEW FILM: The Blair Witch Project (1999)

by - Januari 06, 2017



Dikenal sebagai horror found-footage yang legendaris, Saya pun langsung tertarik untuk mencoba menonton film yang katanya hanya dengan memainkan atmosfer, suara dan gambar pemandangan yang creepy, The Blair Witch Project tanpa embel-embel penampakan sosok seram apapun bisa memberikan penontonnya ketakutan ekstrim yang terus melekat sampai kapanpun. Apalagi film ini ibarat kiblatnya horror found-footage dan juga yang pertama mempopulerkan jenis ini ke tengah masyarakat, meski kenyataannya film horror found footage yang pertama kali dikenal adalah Cannibal Holocaust (1980), tapi The Blair Witch Project yang menjadi cikal-bakal lahirnya film-film bertema serupa yang tak kalah terkenalnya, salah satunya Paranormal Activity. Kelebihan found footage sendiri cukup sederhana, hanya bermodalkan video amatir hasil dokumentasi tanpa edit sana-sini, dengan film yang dihasilkan secara alami sanggup memberikan pengalaman menonton yang terasa realistis.

Heather Donahue, Joshua Leonard, dan Michael C. Williams adalah sekumpulan mahasiswa yang melakukan sebuah project sekolah yang diberi nama "The Blair Project", mereka melakukan sebuah study tour dan dokumentasi ke sebuah wilayah perkotaan kecil, guna melakukan penyelidikan soal urban legend yang dikenal dengan nama Blair Witch, yaitu mengenai cerita tahun 1940, seorang penyihir yang dulu pernah tinggal di dalam hutan Burkittsville, Maryland, menculik dan membantai anak-anak untuk dijadikan tumbal. Dari sejumlah informasi yang didapat dari orang-orang sekitar, mereka pun lantas melakukan ekspedisi langsung dan mencoba mencari fakta-fakta tersembunyi di balik hutan yang hingga saat ini dikenal masih sangat angker. Namun, setelah memasuki dan bermalam dalam hutan, hal-hal aneh mulai terjadi pada mereka bertiga, bahkan situasi semakin sulit saat mereka menyadari bahwa mereka tersesat di dalam hutan dan tak tahu dimana jalan pulang.

Hanya dengan budget $60,000, bahkan dalam informasi trivia yang saya dapat, TBWP pernah masuk dalam Guinness Book of World Records, sebagai film mainstream yang masuk dalam tangga box office dengan pendapatan sebesar $248 million, dengan selisih rasio antara biaya $1 filmnya menghasilkan $10,931. Mengingat bahwa biaya film ini benar-benar murah, tak sedikit juga orang yang mencibir mutu film ini. Walau dengan kualitas film yang acapkali menampilkan gambar yang terlihat buram, shaky, amatir dan jelek yang berasal dari video Hi-8 dan black-and-white 16 mm film. Apa yang dihasilkan film ini justru terasa sangat nyata dan karena dalam kondisi mentah, berhasil menyampaikan sisi keseraman dan kesan natural dari tiap-tiap gambar yang diambil dari tangan Heather Donahue.

Ya, memang apa yang dikatakan orang betul-betul terjadi. Film yang disutradarai oleh duo sinting Daniel Myrick dan Eduardo Sánchez berhasil meramu kisah urban legend tentang witch, menjadi sebuah kisah teror mencekik dan penuh putus asa dibalik hutan kering dan sunyi yang terasa menyeramkan. Sepanjang film ini tak ada semacam sosok penampakan penyihir atau sosok seram apapun yang mencoba menakut-nakuti penontonnya secara eksplisit, bahkan kamu takkan menemukan kehidupan di dalam hutan seperti hewan-hewan liar dan semacamnya. Justru keseraman muncul tanpa wujud, sangat sederhana bahwa hal tersebut berasal dari kepanikan, keputus asaan, beserta gangguan-gangguan aneh seperti suara-suara orang dan bayi yang muncul tersembunyi dibalik hutan ketika gelap, lalu kejadian-kejadian ganjil seperti tumpukan batu aneh yang tiba-tiba ada disekitar mereka dan juga ranting-ranting pohon yang membentuk rangka manusia yang bergantungan di hutan. Kemudian atmosfer ini berhasil memancing penonton dalam kondisi waspada dan memainkan pikiran penonton yang memunculkan imajinasi-imajinasi seram yang sebetulnya tidak pernah eksis.

Selain dari atmosfer dan keseraman yang intens, Myrick dan Sanzhez juga berhasil melibatkan perasaan dan emosi yang berhasil direalisasikan oleh ketiga tokoh utamanya. Ada emosi campur aduk yang terasa sangat nyata ketika Heather Donahue, Joshua Leonard, dan Michael C. Williams menghadirkan kepanikan, keputusasaan, kesedihan serta paranoid saat mereka tersesat dan kelaparan. Bahkan tidak sedikit adanya konflik diantara mereka yang mulai saling menyalahkan satu sama lain dan timbulnya perpecahan. Hal tersebut tentu bisa ada sejak mereka bertiga merasa ketakutan karena diintai, diburu dan diteror oleh sesuatu yang tidak diketahui wujudnya. Sebuah kondisi yang memang membuat kita berpikir bahwa mungkin seperti inilah orang-orang yang tersesat dan hilang di dalam hutan.

Well, mungkin tidak semua orang bisa dengan mudah menyukai dan menerima film The Blair Witch Project, terutama kualitas filmnya sendiri berada dibawah rata-rata, ditambah konklusi film ini terasa canggung. Tapi, disisi lain apa yang dihadirkan sepanjang film ini adalah atmosfer creepy yang terasa sangat hidup dan berhasil dibangun, meyakinkan para penonton bahwa yang mereka saksikan adalah benar-benar kejadian nyata. Bahkan tidak sedikit orang tertipu bahwa apa yang terjadi dalam film ini sebenarnya adalah rekayasa (baca: fiksi). Dengan mengedepankan kisah urban legend tentang kehadiran penyihir jahat penghuni hutan, The Blair Witch Project berhasil menunjukkan arti keseraman sesungguhnya, bahwa rasa takut itu sepenuhnya ditimbulkan oleh sebuah atmosfer, ibarat hanya dengan duduk dan melihat sebuah kuburan angker yang gelap, sudah cukup menimbulkan rasa takut dan paranoid berlebihan, apalagi ditambah adanya suara-suara aneh tak kasat mata.

You May Also Like

0 Comments