REVIEW FILM: Train to Busan (2016)

by - Desember 24, 2016



Sejak 2013 lalu kita telah menyaksikan sebuah zombie apocalypse yang sukses memberikan adrenalin kejar-kejaran di film War World Z, dimana kita menyaksikan gerombolan zombie berlari dan datang bergerombol layaknya ribuan semut yang berebutan sembako. Tidak hanya itu, WWZ juga memberikan pengalaman teror zombie yang cukup cerdas dan cerita yang lebih masuk akal, ketimbang mengarah pada visualiasi horor-gore dan slasher. Nah, di tahun 2016 film yang begitu banyak diperbincangkan dan bahkan meraih simpati para penontonnya hingga mampu menembus rekor 10 juta orang di negaranya Korea, Train to Busan (busan-haeng) menjadi sebuah film bencana zombie mirip WWZ di dalam kereta cepat yang sukses memberikan teror ketegangan berbalut emosi, yang bahkan membuat film WWZ bagaikan film komedi.

Seok Woo (Yoo Gong) adalah pria yang bekerja sebagai seorang manajer pembiayaan yang memiliki seorang putri bernama Soo-an (Soo-an Kim). Seok Woo yang telah berpisah dengan istrinya, membuat anaknya kehilangan sosok ibu yang disayanginya, ditambah ayahnya yang terlampau sibuk dengan pekerjaan dan kurangnya hubungan yang terjalin antara dirinya dan anaknya, membuat Soo-an ingin segera bertemu sang ibu yang sekarang tinggal di kota Busan. Agar menghilangkan rasa sedih sang anak, Seok Woo dan Soo-an akhirnya pergi menemui ibunya dengan menaiki sebuah kereta cepat. Sayangnya perjalanan untuk menemui sang ibu berubah menjadi petaka, ketika seorang perempuan dengan gelagat aneh masuk ke dalam salah satu gerbong kereta yang dinaiki Seok Woo. Kemudian timbul kekacauan dan kepanikan saat kereta yang telah melaju kencang, sang perempuan asing menyerang dan menggigit salah satu pramugari kereta hingga kejadian tersebut terjadi berentetan kepada setiap penumpang yang kemudian berubah menjadi zombie.

Satu-satunya bagian paling nyaman yang diberikan oleh film ini hanya di 20 menit pertamanya, kemudian sisanya Train to Busan sukses memberikan sesak nafas saat orang-orang yang tergigit mulai berubah, mengeluarkan suara-suara mendesis, dan kemudian berlarian secara brutal menyerang setiap orang-orang yang dilihatnya, membuat ketegangan intens dalam ruang sempit gerbong kereta. Sang sutradara Yeon Sang-ho yang sebelumnya juga membuat film animasi zombie berjudul "Seoul Station", sebagai live-action pertamanya, busan-haeng berhasil memberikan kisah survival dan teror zombie yang begitu tereksplorasi dengan sangat baik dan cerdas.

Walau Train to Busan sendiri tidak menyajikan adegan daging terburai, darah muncrat kemana-mana, ataupun 'gore' dan 'sadistic' lainnya. Walau sebatas mayat-mayat berwajah iblis bermuka darah dengan gerakan-gerakan patah mereka merngejar para manusia dengan ganasnya, tapi ada ketegangan yang berhasil dipicu. Layaknya film Snowpiercer karya Bong Joon Ho, sebuah kereta yang setiap gerbongnya dipisah oleh tiap-tiap pintu namun dengan cerita yang terkonsep. Dalam tiap-tiap gerbongnya Yeon menyuntikan beberapa tragedi emosi dan ketegangan intens didalamnya, ada sebuah taste berbeda ketika kita ikut menjelajah dan menemukan kelompok-kelompok orang, dengan beberapa tindakan, pola pikir, sikap, dan sifat mereka. Membuat setiap tokoh yang muncul menjadi kunci cerita yang saling menguatkan rantai konflik dan emosi. Ada ketegangan dan ada juga ledakan emosi terjadi disini bagaikan sebuah wahana rollercoaster yang tak ada berhentinya memberi teriakan kencang dan membuat urat leher terasa putus.

Disini kita tidak hanya mengenal zombie-zombie lapar dan manusia-manusia dilanda ketakutan. Tapi, justru kita mengenal dua macam manusia yang sebagiannya sangat mudah dicintai dan sebagiannya sangat mudah dibenci. Tidak hanya berhasil menakuti tapi juga memainkan perasaan penonton, saat manusia-manusia dalam kepanikan berubah menjadi sekejam dan sesadis para zombie. Yeon mengeksploitasi besar-besaran setiap karakter yang muncul menjadi kontras antara manusia-manusia sosialis dan individualis. Antara manusia-manusia yang melindungi orang tersayang dan manusia-manusia yang cuma memikirkan dan menyelamatkan diri sendiri. Ada perpecahan, konflik, nurani, ketegangan, perjuangan dan juga pengorbanan. Bahkan setiap tokoh yang muncul disini menjadi begitu memorable dan begitu mengaduk emosi. Inilah yang saya cari dari dulu yang bahkan dalam film War World Z pun tidak memilikinya.

Train to Busan adalah sebuah film zombie apocalypse yang benar-benar memberikan pengalaman penuh ketegangan, kepanikan, ketakutan dan juga eksploitasi sisi kemanusiaan, moral dan egoisme dikala manusia dilanda kepanikan. Baik untuk horor, dramatisasi dan kengerian pun mampu bersama-sama menggedor keras jantung dan hati nuranimu. Salah satu film terbaik Korea dan salah satu film zombie terbaik yang pernah ada. Baik konsep cerita yang tertata rapih, cerdas, bahkan twist konklusif yang sederhana tapi cukup menjadi jawaban besar, dan juga tak kalah penting sinematografi yang mampu menggambarkan secara artistik tiap-tiap adegan horor apocalypse yang juga cukup baik dipersentasikan oleh Sang-ho Yeon.

You May Also Like

0 Comments