REVIEW FILM: Moana (2016)

by - November 30, 2016



Setelah sekian lama menikmati begitu banyak animasi keluaran Disney, saya mulai dihinggapi rasa kebosanan. Dari dulu animasi Disney selalu menjadi jawara favorit studio yang mengeluarkan animasi terbaik buat saya. Setiap tahun setidaknya mereka mengeluarkan satu atau dua animasi yang tidak hanya dipuji dalam hal animasi yang membelalak mata tapi juga isi cerita yang selalu memberikan reaksi positif buat saya. Tapi, tahun ini kebosanan mulai saya rasakan ketika formula yang mereka keluarkan tidak sedikit memiliki pola cerita yang sama. Bahkan lama-lama saya mulai mudah memprediksi apa yang ingin disampaikan oleh Disney. Tak ada hal baru dan tak ada energi baru.

Tengok ketika saya memberikan begitu banyak kritikan negatif pada film (Finding Dory). Walau dalam kasusnya orang banyak berpandangan bahwa Finding Dory sudah menjadi animasi yang berhasil mencuri hati para penontonnya. Tapi, saya tidak mau munafik bahwa saya tidak begitu merasakan dampak impresif begitu besar setelah saya selesai menonton film itu. Alhasil, ada rasa pesimistis bahwa Disney sepertinya mulai merasa nyaman dengan pola-pola sama dalam bercerita dengan bermodalkan teknis visual dan petualangan klise.

Ketika ekspetasi menonton animasi saya berkurang. Saya mencoba memandang film-film mereka dengan cara yang berbeda dan sedikit dibawah ekspetasi. Dan apa yang saya rasakan memang betul-betul terjadi ketika Moana kembali lagi dengan cerita petualangan yang terasa begitu-begitu saja. Kali ini dengan empat orang pemegang kendali bangku sutradara terdiri dari Ron Clements, John Musker, Chris Williams dan Don Hall. Cukup terlihat bahwa Moana menjadi proyek yang cukup ambisius dan ditangani dengan serius karena mereka semua adalah orang-orang yang pernah menangani film-film besar Disney baru-lama seperti Aladdin, The Little Mermaid, Hercules dan Big Hero.

Cukup mengherankan bukan, ketika kalimat saya di paragraf sebelumnya sudah cukup menggambarkan bahwa Moana lagi-lagi menjadi film animasi Disney non-impresif. Eiits, jangan salah. Itu malah menjadi satu-satunya kekurangan film ini dibanding begitu banyaknya kelebihan yang akan saya utarakan satu-persatu dalam film ini. Kembali dalam sebuah dongeng di lautan luas dengan segala elemen magis didalamnya. Mengingatkan saya pada film animasi jepang karya Hayao Miyazaki, Ponyo. Dimana lautan seperti memiliki spirit atau roh. Yep, apakah idenya mencontek ya saya tidak tahu dan juga tidak begitu peduli. Legenda dimana samudera seluas itu memiliki roh dewi laut bernama Te Fiti. Dewi yang memiliki kekuatan besar dalam mengatur kehidupan samudera yang luas itu.

Moana (Auli'i Cravalho) sendiri adalah karakter utama film ini. Ia adalah anak kepala suku desa di pulau terpencil, Motunui. Setelah berumur 16 Tahun Moana menjadi penerus kepala suku menggantikan ayahnya. Tapi, dalam hatinya Moana memiliki ambisi dan keinginan besar menjelajah lautan luas. Meski aturan dan larangan bagi seluruh penduduk dari ayahnya untuk tidak melewati batas lautan karena ancaman dan bahaya lautan. Tapi, takdir berkata lain ketika mengharuskan Moana untuk menjelajahi lautan luas dan berbahaya itu demi menyelamatkan desanya yang mulai terkena wabah kutukan akibat jantung Te Fiti yang dicuri dan hilang oleh seorang demigod, Maui (Dwayne Johnson). Agar kutukan itu berhenti Moana harus mengembalikan jantung hati dewi tersebut ke tempat semula dan meminta bantuan Maui sebagai partner perjalanannya.

Pesona terbesar dari film ini tentu saja keindahan lautannya. Film yang dalam proses pembuatannya dilakukan selama 5 Tahun ini cukup berhasil memberikan sebuah pernak-pernik kepulauan tropis. Yaps, hal yang membuat saya percaya bahwa film ini dilakukan secara totalitas dan dalam penelitian langsung ke negara Polynesia selama bertahun-tahun, semata-mata demi membuat film yang benar-benar terasa alami dan natural. Apalagi pengisi suara yang dipakai di film ini seperti Auli'i Cravalho benar-benar asli orang lokal. Bagaimana film ini bertujuan untuk membuat sebuah tema ocean tropis yang penuh dengan warna hangat dan natural.

Film ini tentunya menyajikan petualangan mengarungi lautan yang luas. Berhadapan dengan kengerian dan bahaya lautan. Dengan teknis visual spektakular film ini akan mengiringimu dengan begitu banyak olahan fantasi luar biasa. Tapi, mungkin saya sedikit menyayangkan bahwa Disney memang telah terikat akan etika dengan tema film yang bersifat terlalu banyak kesenangan dan kegembiraan. Jika saja Disney bisa lebih berani lagi membawa nuansanya agak lebih kelam, seperti keberaniannya membawa tema Inside Out yang agak sulit dicerna untuk konsumsi anak-anak.

Mungkin Moana bisa lebih menghipnotis dengan nuansa ceritanya yang lebih kaya dan bercampur. Apalagi nuansa mengerikan lautan yang digambarkan oleh nenek Moana, Gramma Tala (Rachel House) kenyataannya malah terlalu lucu dan imut. Lihat saja di trailernya, Kakamora yang terlihat cute dan oh crab! desain monster kepiting yang terlalu absurd sebagai monster mengerikan penghuni bawah laut. Melihat bahwa Moana hanya menyajikan sebuah petualangan penuh keceriaan dan keseruan seperti film-film Disney lainnya, tanpa mengikat sebuah cerita yang sedikti kelam dan dark.

Tapi, dibalik itu semua saya sangat menyukai peran Moana sebagai leader character film ini. Mungkin memang tidak sedikit Disney membawa tokoh utama seorang wanita. Tapi, buat saya Moana punya karakter yang jauh lebih tangguh, berani dan lebih kuat dari yang selama ini pernah dibuat oleh pihak Disney. Pesona wanita berkulit eksotis ini membuat saya jatuh hati, apalagi secara desain ia sedikit lebih realistis daripada karakter-karakter utama wanita lainnya yang pernah dikeluarkan Disney. Dan lain itu juga Maui yang voice-nya diisi oleh Dwayne Johnson punya karakter yang sama-sama punya karakter yang loveable dan interisting. Hanya bermodalkan sebuah perahu layar kecil, petualangan mereka berdua terasa cukup lucu dan seru.

Seperti biasa dalam petualangan Moana dan Maui ini juga tidak lupa menyajikan selipan nyanyian dan musikalitas. Dan juga seperti yang dilakukan oleh Finding Dory, Moana tidak lagi menyajikan sebuah klimaks emosional penuh air mata seperti apa yang sering dilakukan oleh film-film Disney sebelumnya. Tapi, kemudian menggantinya dengan sebuah smart twist yang juga cukup memberi pesona dan warna dalam film ini. Ini mungkin juga sebuah upaya baru bagi studio untuk menggambarkan bahwa Disney juga mampu membawa sebuah sajian film berkelas tanpa harus mengobral klimaks penuh air mata. Mungkin memang petualangan Moana terasa begitu-begitu saja dan begitu sederhana, tapi apa yang disajikan oleh film ini adalah "KESAN" yang diberikannya setelah menonton film ini begitu menempel dan sulit dihilangkan dalam ingatan. Bahwa separuhnya saya mengagumi fantasi tropis yang sekali lagi membuat saya takjub. Khusus bahwa dengan modal film seperti ini, Disney kembali lagi menawan hati saya untuk tidak bosan menonton film Disney berikutnya. Ekspetasi kembali meroket!

You May Also Like

1 Comments

  1. setuju banget gaan sama pendapat agan yang ini "Bahkan lama-lama saya mulai mudah memprediksi apa yang ingin disampaikan oleh Disney. Tak ada hal baru dan tak ada energi baru."

    udah saya rasakan semenjak frozen, tapi apa boleh buat, saya emang penggemar film kartun, tetep aja kalau ada film kartun keluar, bela-belain nonton di bioskop hahaha

    buat saya pribadi, yang bikin saya jatuh cinta sama moana adalah lagunya apalagi yang an innocent warrior pake bahasa tokulauan, cantik banget <3
    dan lautnya, super cantik, gambar lautnya masuk salah satu animasi laut yang paling saya suka, selain laut di life of pi <3

    BalasHapus