REVIEW FILM: Don't Breathe (2016)

by - November 23, 2016



Apa jadinya manusia yang terlihat sangat lemah dan tak berdaya justru seorang mematikan dan sangat berbahaya. Inilah yang dialami ketiga orang yang awalnya berniat untuk merampok rumah seorang pria tua dan buta malah berbalik terjebak dan terkurung dalam rumah angker yang dihuni manusia berkemampuan assassin. Well, ketiga perampok ini sebetulnya spesialis pembobol rumah, mereka terdiri dari Money (Daniel Zovatto), cowok bertingkah preman dan kelihatan brengsek, Rocky (Jane Levy), cewek pacarnya si Money dan Alex (Dylan Minnette), cowok yang kelihatan cupu yang diam-diam mencintai Rocky. Mereka bertiga tertarik dengan sebuah informasi tentang sejumlah uang milik pria tua buta mantan tentara Amerika yang pernah ditugaskan di Irak diperankan oleh (Stephen Lang) yang disimpannya dalam rumah, uang dalam jumlah besar hasil tebusan anaknya yang meninggal akibat kecelakaan. Tentu tanpa tahu apa-apa soal informasi yang mereka dapat tentang pria tersebut ditambah mengetahui kondisi pria tua tersebut buta, membuat mereka tak perlu berpikir panjang lagi untuk melakukan aksi mereka.

Ini adalah ketiga kalinya saya menikmati sebuah sajian teror ruang sempit selama dalam satu tahun ini, pertama tentang para band metal yang terjebak dalam wilayah para geng skinhead yang sadis (Green Room), kemudian teror dari sang pemilik bunker anti-kiamat yang gila (10 Cloverfield Lane). Dan satu lagi karya dari Fede Alvarez dalam sebuah home invansion menegangkan melawan satu orang tua buta berjudul Don't Breathe. Yep, sesuai judulnya, film ini takkan memberikanmu sedetikpun waktu untuk menghela nafas ketika Fede tak pernah menurunkan tensi ketegangan dalam rumah sempit yang begitu sesak. Semenjak ia pernah melakukan remake film terkenal (Evil Dead) di tahun 2013, meski buat saya sendiri kualitasnya 50-50, antara gore dan teror iblis yang efektif tapi harus terpuruk karena penceritaan yang begitu dangkal.

Tapi di film ini Fede mengalami peningkatan signifikan ketika ia mulai meramu cerita film ini tidak hanya penuh teror menegangkan tapi juga cerita yang lebih smart. Bahkan atmosfer film ini telah terasa di awal ketika kita melihat seorang pria tengah menyeret seorang wanita di tengah jalan lalu kemudian saat kita dikenalkan dengan ketiga perampok dan sedikit latar belakang mereka yang cukup memberikan motif dan karakterisasi lebih dalam. Dan juga kemampuannya dalam merancang suasana tegang dan atmosfer yang terus-menerus membawa kita menuju titik film dimana hide and seek dimulai. Bagaimana ia juga menggiring kita cukup cerdas mengetahui atmosfer apa yang ada di film ini, ya mungkin karena itulah film ini diberi judul semacam ini, bagaimana suara sekecil bahkan suara nafas saja bisa mengantarkan nyawa para perampok ini ke dunia lain.

Ada pribahasa mengatakan jangan menilai buku dari sampulnya. Membuat tema home invansion dengan sang pemilik rumah yang lemah, tua, renta dan buta dalam bahaya justru keadaan menjadi terbalik saat para perampok inilah yang dalam bahaya. Yups, membuat kisah home invansion ini terasa lebih orisinil. Melihat kemudian karakter tua dan buta ini ternyata lebih menakutkan dan lebih kuat ketimbang apa yang terlihat sekilas darinya. Dan membuat para perampok cerdas ini menjadi tak bedaya dan ciut nyalinya.

Meski bermain dalam area sempit tapi Fede mampu mengeksplorasi cerita home invansion sederhana ini menjadi lebih berliku dan tentu saja eksekusi tiap adegan yang dimuat begitu cerdas. Permainan petak umpet dan kejar-kejaran ini memang hampir sama dengan Green Room, bahkan atmosfer dan tema visual antara gelap dan lampu remang-remang ini memberi sebuah teror yang lebih intens. Bedanya disini lebih menegangkan dan lebih beraksi terutama tempo lumayan cepat yang lebih membuat penonton mungkin akan tersengal-sengal nafasnya. Terutama pertengahan film ini juga punya sebuah cerita yang tak terduga dan twist yang berkelok. Membuat kisah film ini menjadi lebih padat dalam ceritanya yang terlihat begitu simpel.

You May Also Like

0 Comments