REVIEW FILM: Gifted (2017)

by - Juli 27, 2017



Seorang anak bagi orang tua adalah hadiah terindah yang mereka dapatkan dalam hidup, terlebih jika dari sekian juta anak yang lahir ada satu yang mewarisi Gifted (bakat) istimewa yang tingkat kecerdasannya di atas rata-rata orang dewasa pada umumnya. Tapi, apakah mungkin pengaruh gifted itu dihasilkan oleh genetika? Mungkin pertanyaannya adalah apakah kecerdasan seorang Albert Einstein atau mungkin bakat melukis Leonardo da Vinci juga dihasilkan dari DNA orang tua dan keturunannya? Mungkin memang terdengar rancu jika mengatakan potensi intelektual manusia di faktori oleh bakat keturunannya. Meski begitu saya tidak terlalu memusingkan apakah genetika tersebut berpengaruh atau tidak, hanya saja film ini mencoba mengeksplor sosok gadis kecil yang lahir dan hidup memiliki bakat seperti orang tuanya.


Nama gadis tersebut adalah Mary Adler (Mckenna Grace) yang tinggal bersama ayah? (ternyata adalah pamannya sendiri) Frank Adler (Chris Evans). Sebagai anak kecil yang masih berumur 7 tahun, Mary memiliki bakat istimewa yang tidak dimiliki anak seusianya, yaitu kemampuan matematikanya yang rumit. Kemampuan kalkulasinya ini ternyata berasal dari bakat ibunya yang juga seorang matematikawan yang berpengaruh. Tapi, sayangnya disaat Mary lahir ibunya melakukan bunuh diri dan menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab hak asuh Mary kepada Frank. Tapi, suatu hari Evelyn Adler (Lindsay Duncan), nenek Mary dan ibu Frank datang mengunjungi mereka dan meminta hak asuh Mary sepenuhnya diberikan kepadanya. Tapi, Frank menolak dan akhirnya perebutan hak asuh Mary berlangsung ke ranah hukum.

"Good Will Hunting" meet "I am Sam". Film ini memang sama-sama mengingatkan saya dengan kedua film itu. Tapi, tentu saja gifted lebih mengedepankan isu eksploitasi anak dengan sistem otoriterisasi pendidikan orang tua. Pondasi ceritanya adalah hubungan Frank dan Mary. Frank yang notabene sudah mengasuh Mary sejak lahir, punya konsep tersendiri dalam mendidik dan mengasuh Mary. Tapi, pola asuhnya ditentang oleh sebagian besar orang-orang di lingkungannya dan menyarankan Frank menyekolahkan Mary di sekolah khusus. Tapi, Frank kekeuh mendidik Mary menjadi gadis biasa saja di lingkungan yang normal tanpa harus memaksa Mary untuk mengasah gifted-nya tersebut.


Mungkin kesannya kontradiktif, tapi itulah pesan yang ingin disampaikan Marc Webb. Anak adalah tanggung jawab yang besar yang melibatkan pendidikan dan moral didalamnya, tapi disisi lain pendidikan juga sepenuhnya berpengaruh pada kondisi internal anak itu sendiri. Frank dan Mary mungkin bukan ayah-anak, tapi disini mengalir chemistry kuat diantara mereka yang malah terhubung emosi dan perasaan yang kuat. Frank mungkin bukan tipikal orang tua yang terlihat hebat, kesan yang ditampilkan Chris Evans cenderung lebih cocok jadi pria keren dan playboy, tapi saya suka melihat mereka berdua tampil sebagai partnership. Bayangkan ini kolaborasi terkeren antara orang tua yang tampan dan badboy dengan anak yang super-jenius dan berbakat.

Film ini memang banyak melontarkan dialog-dialog sarkas, bahkan sosok Mary pun bukan sepenuhnya gadis lugu dan lembut. Mary adalah gadis nyinyir yang pandai bicara dan ngeles, tapi sisi sok dewasanya itu yang bikin saya sangat kepincut dengan karakteristik Mary. Frank pun begitu, ia mungkin tampak acuh tak acuh dengan keistimewaannya, bahkan Frank mencoba untuk tidak menspesialkan kehidupannya. Tapi, Frank sosok yang lembut dan penuh kasih sayang, bahkan membuat saya sedikit percaya dan mendukung motif Frank terhadap Mary. Disisi lain muncul Evelyn sebagai ratu penyihir, kemunculannya yang berusaha mengambil alih Mary menjadi sosok b*tch yang mengganggu di film ini. Tapi sayang konfrontasi antara Frank dan Evelyn terasa kurang dan terkesan tarik ulur.


Second act mulai terjadi konflik yang mulai mengacu pada courtroom. Mungkin hal ini lebih mudah dan efisien men-struggling masalah, dengan melontarkan berbagai kritikan, skeptisme dari masing-masing sudut pandang dan luapan penuh emosi penuh air mata, tapi menurut saya ini agak basi dijadikan sebagai media kulminasi dalam film. Hasilnya tidak lagi mengejutkan, diluar dugaan, kehangatan mulai pudar dan klimaks pun menjadi masalah besar sebagai bentuk kekecewaan. Sama halnya kehadiran  Bonnie Stevenson (Jenny Slate) pun sekedar pemanis dan tidak berguna di dalam cerita, kecuali Roberta Taylor (Octavia Spencer) tetangga baik hati yang kurang lebih ikut berkontribusi dalam masalah yang terjadi pada Mary dan Frank. Dari artikulasi yang Webb sampaikan pada sejengkal masalah menghadirkan konklusi yang menjengkelkan, hingga akhirnya film ini terasa kurang memuaskan untuk hadir lebih cantik dan emosional. Well, dari sedemikian hal yang disampaikan Gifted salah satu bagian terbaik dari film ini hanyalah chemistry kuat yang masing-masing ditonjolkan Mckenna Grace dan Chris Evans, sebagai bentuk hubungan orang tua dan anak, ini terasa spesial, solid dan sulit untuk dipisahkan.

You May Also Like

0 Comments