REVIEW FILM: Storks (2016)

by - Juni 28, 2017



Film animasi berjudul "Storks" (burung-burung bangau) ini seperti film yang mencoba mengekor kesuksesan yang dialami oleh studio animasi Disney. Ini bukan berarti saya meremehkan ide Warner Bros dan menganggap Disney adalah segalanya, tapi yang menjadi perhatian bahwa film-film Disney selain mampu menampilkan cerita yang solid, inovatif dan punya langkah berani, juga mereka selalu menyisipkan emosi untuk menanamkan kesan dan pesan moral yang lebih menyentuh kepada penonton secara personal. Lalu, pertanyaannya apakah Warner Bros mampu menanamkan hal tersebut di dalam film yang digarap oleh Doug Sweetland dan Nicholas Stoller?


Film ini memiliki segmented cerita dengan beberapa sudut pandang karakter yang berbeda. Pertama kita mengenal seekor bangau bernama Junior (Andy Samberg) yang bekerja di sebuah perusahaan jasa antar paket bernama cornerstore.com. Dulu perusahaan tersebut disewa untuk jasa pengiriman paket bayi manusia. Namun, karena sulitnya penanganan paket yang dibawa oleh para bangau, lalu pengiriman paket bayi dihapus selamanya dan diganti dengan paket barang biasa. Lalu ada seorang anak bernama Nate Gardner (Anton Starkman) yang tinggal bersama kedua orang tuanya Sarah dan Henry Gardner (Jennifer Aniston, Ty Burrell), Nate menginginkan seorang adik dan mencoba mengirimkan permintaan seorang bayi kepada cornestore.com. Lalu terakhir, gadis berambut oranye ikal bernama Tulip (Katie Crown) yang dulunya adalah paket bayi yang gagal dikirim dan kemudian di urus oleh Junior, dialah yang akhirnya menemukan surat yang dikirim Nate dan tanpa ia tahu surat paket tersebut adalah paket bayi yang seharusnya telah dihapus oleh manajemen perusahaan.


Menyisipkan ide yang cukup menarik, meliputi fakta soal darimana bayi yang dikirim oleh para bangau itu berasal. Disusul oleh segerombolan burung bangau "spesial" yang bekerja di perusahaan cornerstore.com, terutama hubungan antara Tulip dan Junior yang diantaranya adalah seorang manusia dan seekor hewan yang bisa saling berdialog satu sama lain. Ya, untungnya ini sebuah film komedi-kartun yang melewati batas-batas nalar tanpa harus mengganggu otak penonton pada kelogisan-kelogisan plot cerita, karena sutradara film ini sendiri adalah Doug Sweetland yang pernah menyutradarai dan menulis naskah cerita komedi "Sex Tape", "Zoolander", "Neighbors" dan "Neighbors 2: Sorority Rising". Film ini dipenuhi dengan atraksi komedi yang berhamburan secara frantic dan cepat. Pergerakan cerita dan petualangan yang dilakukan oleh Junior dan Tulip untuk mengantarkan bayi pun tak khayal penuh dengan atraksi konyol hingga pertemuan mereka dengan segerombolan serigala liar yang bisa melakukan mode mirip Lego di tengah salju yang juga menginginkan (menyukai?) bayi yang dibawa mereka.


Inti dasar film ini sesungguhnya ingin mengangkat soal Nate yang kurang mendapatkan perhatian dan kebersamaan bersama kedua orang tuanya yang terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, sehingga memunculkan ide untuk memiliki seorang adik. Dari sini saya cukup tersentuh moral tentang bagaimana cerita yang menyisipkan soal parenting moment yang memang selalu disindir dalam film-film animasi lainnya cukup menjadi bagian penting dalam film ini untuk penonton dewasa. Tapi, sayangnya untuk membagi cerita yang dibagi atas segmentasi petualangan Junior dan Tulip ini kurang mendapatkan porsi yang lebih dalam dan lebih emosional. Dan justru malah terperangkap pada penceritaan yang terbawa suasana oleh pacing cerita dan juga komedi yang kelewat batas.


Seperti biasa Storks sesungguhnya terbantu dengan visualisasinya yang penuh warna dan cantik, dan juga bagi penyuka bayi akan mudah terlena akan kelucuan dan tingkah pola bayi di film ini. Dan kehebohan dan kekonyolan saat Junior dan Tulip mengurus dan menjaga bayi seolah cukup membuat hati siapapun meleleh (alasan mengapa serigala mengejar bayi ini) menjadi salah satu faktor yang membuat hampir setiap orang menyukai film ini. Diluar konteks kualitas yang dihadirkan film ini tidak lebih dari sekedar tontonan menghibur semata namun tidak akan membawamu pada titik emosional yang lebih dalam saat kamu mengenal Tulip atau Junior pada penontonnya lebih terasa medioker. Like a Disney's movie? Not Yet.

You May Also Like

0 Comments