REVIEW FILM: 12 Angry Men (1957)

by - Desember 20, 2016



Entah berapa kali saya sudah menonton film ini dan entah berapakali pun Saya iseng rewatch untuk kembali bernostalgia, tanpa ada rasa bosan menghampiri setiap kali menonton film yang bertemakan courtroom berjudul 12 Angry Men, terus-menerus memberi sebuah kenikmatan menonton, seperti sebuah great song yang setiap kali tetap asyik untuk diputar ulang. Hebatnya lagi film ini betul-betul kelewat sederhana, simpel, jadul dan masih dengan format hitam putihnya. Tapi, jujur mungkin inilah yang namanya sebuah film yang betul-betul dibuat dengan serius, mahakarya menghibur, cerdas dan berkualitas tanpa harus mengumbar visual dan efek CGI modern tapi minim kualitas dan mudah dilupakan seperti sekarang. Sebuah terobosan besar dan inspiratif, yang membuat saya wajib untuk mereview kembali film sehebat dan sekeren ini.

12 Angry Men yang dirilis pada tahun 1957 (bayangin film ini dirilis 12 tahun setelah kemerdekaan RI), ditulis oleh Reginald Rose dan disutradarai oleh Sidney Lumet, merupakan sebuah film sederhana tentang kedua belas juri yang berada dalam satu ruangan harus memutuskan antara bersalah atau tidaknya seorang anak yang didakwa atas pembunuhan ayahnya. Juri-juri tersebut harus satu suara bulat agar dapat mengadili anak tersebut. Dan kesebelas juri sepakat bahwa anak tersebut benar-benar bersalah, kecuali satu juri yang masih menganggap dan meragukan ketidak bersalahan anak tersebut.

Diperankan oleh Martin Balsam, John Fiedler, Lee J. Cobb, E.G. Marshall, Jack Klugman, Edward Binns, Jack Warden, Henry Fonda, Joseph Sweeney, Ed Begley, George Voskovec dan Robert Webber. Saya suka bagaimana akting kedua belas aktor ini benar-benar totalitas dan loveable. Ibarat sekumpulan orang yang masing-masing terpasang dinamit ditubuhnya, yang setiap saat dapat meledak. Lumet sebagai pengolah dan Rose sebagai otaknya berhasil meramu kesederhanaan cerita yang mereka buat menjadi gejala penuh emosi dan kemarahan.

Dialog-dialog dan argumentasi yang dilontarkan oleh setiap tokoh pun sangat cerdas, penuh makna dan begitu memorable. Kita diajak menganalisa setiap detil pembunuhan, saksi, barang bukti, dan latar belakang terdakwa yang awalnya 'Sudah Pasti' menjadi 'Mungkin', hingga yang 'Mungkin' menjadi 'Tidak Pasti', membuka setiap keragu-raguan yang muncul dengan memutar balikkan otak kita dengan paparan logika dan asumsi, walau kesan mengada-ada muncul, tapi malah menjadi sequence yang sangat menarik, untuk kemudian menjadi konklusi cerita tak terduga. Dan kita juga diajak untuk membaca sifat dan kepribadian keduabelas pria ini, kemudian satu persatu permainan otak, emosi, mental dan ambiguitas berrhamburan bagai sebuah selang yang diikat rapat, kemudian meledak dalam satu tekanan.

Bahkan Lumet juga mampu memainkan secara baik kondisi tak terduga, mencuri setiap momen yang terlihat biasa, tapi benar-benar memberi suasana sesak, tidak nyaman, dan menjebak mereka dalam paksaan situasi untuk tetap berada diruangan itu. Bahkan secara cerdas Lumet membuat sebuah pola pikir sporadis yang tidak hanya mempengaruhi satu-persatu jalan pikiran yang sedarinya kuat, tapi lama-lama penonton seperti saya pun ikut terpengaruh dan terhipnotis, yang melemahkan persepsi yang sedarinya absolut. Dengan mengidentifikasi, menganalisa serta mengiyakan penuturan yang muncul dari mulut mereka.

Bukan hanya bagian penuturannya yang secara keren mampu menghipnotis. Tapi juga pengenalan dan penggalian tokoh yang benar-benar dalam. Tanpa memperkenalkan mereka dengan nama, kita justru mengenali keduabelas orang ini dengan pola pikir, sifat, kepribadian, dan latar belakang yang berbeda-beda. Tidak hanya mengenali, tapi secara cerdas kita akan melihat gesekan demi gesekan yang terjadi dari setiap perbedaan karakterisasi yang mereka punya, sebagaimana gesekan tersebut menimbulkan kobaran api yang berkobar terus menerus sampai akhir. Tanpa menjadikannya penuh keseriusan dan kejemuan, setiap momen yang terjadi sangat berarti dan beberapa letupan emosi pun terkadang terlihat lucu. Bahkan tanpa harus bermain scoring berlebihan yang mungkin bisa saja merusak image film, itu sudah lebih dari cukup untuk menjaga dramatisasi yang terasa lebih realistis dan intensif.

Sekali lagi Saya beritahu bahwa jangan pernah menganggap remeh apa yang kelihatannya sederhana, usang dan ketinggalan zaman, bahwa 12 Angry Men adalah sebuah film cerdas penuh debat argumentasi, orang-orang marah, serta sebuah eksploitasi karakter dan sifat mereka yang meledak-ledak. Tanpa membuat jemu, dari awal hingga akhir ia akan terus memberikan luapan emosi, tanpa henti dalam satu ruangan yang sempit, panas dan menyesakkan. Dan sepertinya akan sulit menemukan kembali film bertema courtroom dengan eksplorasi dan penggalian cerita semacam dan sedalam ini. The one of masterpiece movie that would make it timeless and always made an impression in the hearts.

You May Also Like

0 Comments