REVIEW FILM: Martha Marcy May Marlene (2011)

by - Oktober 29, 2016



Lucy (Sarah Paulson) dikejutkan dengan telepon dari adiknya Martha (Elizabeth Olsen) yang selama 2 tahun menghilang tanpa kabar. Lucy yang gembira mendengar kabar dari adiknya itu langsung menjemputnya dan membawanya pulang kerumah. Martha akhirnya tinggal di rumah Lucy beserta suaminya Ted (Hugh Dancy). Hingga akhirnya Lucy dan suaminya menyadari sedikit demi sedikit sikap aneh yang ditunjukkan Martha. Tanpa tahu bahwa Martha baru saja melarikan diri dari sebuah sekte aliran sesat.

REVIEW:
Dari awal film ini berjalan tanda-tanda aneh memang sudah terasa ketika sebuah peternakan dan beberapa orang yang ada disana menunjukkan kesan normal, lalu setelah malam tiba mereka memperlihatkan hal-hal aneh seperti saat para wanita menunggu diluar untuk giliran makan malam setelah para pria selesai santap. Lalu saat di pagi harinya Martha yang melarikan diri dari tempat itu ke dalam hutan. Ambiguitas Yang menimbulkan sebuah tanda tanya yang tersirat dalam kepala tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Martha Marcy May Marlene (MMMM) terlihat mengindikasikan sebuah 4 nama wanita yang sebenarnya itu adalah satu orang yang diperankan Elizabeth Olsen. Martha adalah real name sedangkan Marcy May dan Marlene adalah nama yang diberikan ketika ia berada di sekte tersebut. MMMM memiliki cerita alur maju mundur. Ia memiliki dua cerita, first part adalah cerita asli ketika Martha melarikan diri dari sekte dan tinggal bersama kakak kandung dan suaminya. Dan second part tentang kehidupannya di peternakan sekte tersebut.

Di first part kita akan dikenalkan dengan sosok Martha pasca keluar dari sekte sesat itu. Sosok wanita yang menderita gangguan psikologis akibat perlakuan yang diterimanya saat ia masih berada di peternakan. Rasa cemas, takut dan tertekan yang ditunjukkannya bahkan sempat mengganggu rumah tangga Lucy. Dan second part kita akan dihadirkan pada cerita mundur saat Martha masih berada dalam ajaran sekte tersebut, dan sejumlah fakta yang menghadirkan penyebab dari cerita first part. Dimana ia menghadirkan sebuah keluarga? yang terlihat normal yang dipimpin oleh Patrick (John Hawkes), tapi sedikit demi sedikit di sela-sela kegiatan normal mereka, akan terlihat beberapa aktifitas nyeleneh dan aneh yang akhirnya membuktikan bahwa mereka adalah sekte sesat yang diikuti oleh orang-orang disana termasuk Martha.

Sean Durkin mengajak kita mengenal sebuah karakterisasi seseorang yang mengalami realita pahit, kelam dan depresif. Ia memberikan pengalaman menonton dengan cerita yang mengalir lambat dan tenang, tapi secara pasti ia memberikan efek tak nyaman dan disturbing. Meski memiliki plot alur maju mundur, Sean mampu mengemas dan membaginya ber-part2 tanpa memberikan kesan berantakan dan terlihat rapih. Tapi, amat disayangkan meski ia mampu memberi nuansa teror psikis yang benar-benar menghantui dan terasa mengganggu, Sean tidak membuat kedua part cerita itu terasa sama kuatnya. Ia terasa berat sebelah ketika second part tidak benar-benar nonjok dan cerita yang kurang mumpuni yang tak memberi alasan kuat pada yang di alami Martha di first part.

Tapi, bagian paling berhasil mencuri perhatian di film ini adalah Elizabeth Olsen. Meski ini adalah film perdananya dalam debutnya sebagai seorang artis besar, tapi ia menunjukkan talenta aktingnya. Di balik bayang-bayang kedua saudara kembar kakaknya 'Olsen bersaudara' yang lebih dulu ia menunjukkan dirinya bahwa ia bukanlah aji mumpung. Olsen sanggup memberikan sosok wanita depresif, aneh dan gila tapi ia terasa sangat mempesona, manalagi ia berani buka-bukaan bahkan sampai telanjang di film ini. Dan juga ada John Hawkes yang mencirikan seorang pemimpin sekte yang terlihat berkarisma yang menyembunyikan begitu banyak misteri dibalik penampilannya. Dan juga Sarah Paulson dan Hugh Dancy yang juga tak kalah penting memberi konflik tersendiri di dalamnya.

OVERALL, Martha Marcy May Marlene adalah sebuah film yang memberikanmu pengalaman tak nyaman dan disturbing kala dibangun dengan cerita yang mengalun lambat dan tenang. Tapi, dibalik itu tersita perhatian pada akting luar biasa Elizabeth Olsen yang baru saja melakukan debut perdananya di film sekaligus menjadi nilai plus. Ia depresif, penuh kecemasan, tertekan sekaligus memberi pesona tersendiri dengan kegilaan yang dilakukannya. Ini memang bukan film yang menyenangkan untuk ditonton, tapi Sean Durkin tetap memberi pengaruh cerita depresif yang menarik setelah menontonnya.

You May Also Like

0 Comments