Lady Bird (2017) Movie Review

by - Juni 18, 2018



Sejak dulu saya selalu berangan bisa menuliskan atau setidaknya membuat sebuah film autobiografi kehidupan saya sendiri, hanya saja siapa yang mau mendengar cerita hidup saya yang sangat membosankan dan tidak terlalu penting. Tapi, kadang berbagai film seperti Boyhood, Edge of Seventeen, 20th Century Woman atau Paterson, kesederhanaan dan kekosongan yang kita lewati dalam hidup, jika kita mau melihat diri kita sendiri lewat sudut pandang orang ketiga ternyata hidup ini menyimpan sesuatu yang bermakna dan bernilai tinggi tanpa kita sadari. Itulah kenapa saya bisa begitu jatuh cinta dengan film yang tampil dengan kesederhanaannya sama seperti kisah semi-autobiografi dari debut penyutradaraan Greta Gerwig, Lady Bird yang related dengan kehidupannya sendiri.

Lady Bird atau nama tokoh utama bernama lengkap Christine "Lady Bird" McPherson (Saoirse Ronan) sebetulnya remaja SMA 17 tahunan yang serupa dengan gadis belia seusianya, punya banyak impian, struggling dan naif. Mengambil setting lokasi sama dengan tempat lahir Greta, Sacramento, California di tahun 2002, film ini menceritakan sekelumit kisah kehidupan keluarga, sekolah, sosial dan percintaan dari gadis yang bermimpi bisa kuliah di New York dan pergi meninggalkan kota tempat ia dibesarkan.


Sebetulnya kisah Lady Bird sekelibat tampak membosankan, bukan? Apalagi pernah teman saya yang melihat sebentar cuplikan trailer film ini pun jadi enggan menontonnya hanya karena trailernya tampak tak menarik dan terkesan generik. He was very wrong! Justru bagian menariknya adalah sang tokoh utama itu sendiri yang membuatnya menarik, nama "Lady Bird" (dengan tanda kutip) sama seperti tatanan warna rambut merahnya yang unik adalah hasil kreasinya sendiri, bahkan ia bersikeras menolak dipanggil dengan nama aslinya, "I gave it to myself. It’s given to me, by me". Selain itu Lady Bird adalah gadis yang selalu berusaha menjadi pusat perhatian dan mencoba berbeda dari yang lain, tampak dari berbagai kekonyolan yang ia lakukan kadang membuat saya tersenyum simpul.

Lady Bird adalah gadis yang keras kepala, sangat vocal, naif dan selalu berusaha menjadi pusat perhatian orang lain disekitarnya. Interpretasi nama Lady Bird seperti mewakili ciri seekor burung yang bisa terbang tinggi bebas dan berkicau semaunya dimanapun ia berada dengan pesona yang coba ia tebarkan ke dunia. Dalam keluarganya, Lady Bird selalu bertengkar dengan ibunya Marion McPherson (Laurie Metcalf) yang sama-sama keras kepala dan bersikap otoriter terhadap hidupnya, bahkan masalah-masalah sepele hingga adu mulut pun membuat kericuhan kecil seperti kucing dan tikus, meski setelahnya mereka kembali akrab satu sama lain dan pertengkaran sebelumnya pun terlupakan. Berbanding terbalik dengan ibunya, ayahnya Larry McPherson (Tracy Letts) justru bersikap sangat lunak dan pasif meski Larry tetap bisa menjadi figur ayah yang baik dan memberikan support terhadap apa yang anaknya inginkan. Lady Bird pun memiliki kisah cinta, dari pacar pertamanya yang canggung Danny (Lucas Hedges) dan pacar keduanya Kyle (Timothée Chalamet), anak band yang berteman akrab dengan gadis populer dan modis disekolahnya, Jenna (Odeya Rush). Bertemu dengan problematika dari putus cinta dan pengalaman seks pertamanya memberikan dinamika kehidupan Lady Bird seiring pencarian jati dirinya sebagai seorang wanita.


Nama Greta Gerwig tentu saja sangat mengejutkan, Lady Bird sebagai debut penyutradaraannya mampu ditanggapi positif sebagian besar kritikus bahkan sanggup terpilih dalam 5 nominasi Oscar, salah satunya pada kategori tertinggi "Best Motion Picture of the Year", meski disayangkan Greta belum mampu menyabet satupun piala disana. Membawa kisah kehidupannya sendiri melalui film indie bergaya hipster, Lady Bird adalah film yang begitu realistis terutama kehidupan Lady Bird sangat mencerminkan kehidupan sehari-sehari. Selain itu Greta berhasil mendeskripsikan setiap konflik dan tokoh sampingan tidak terbuang sia-sia, semua tokoh mampu dihidupkan dan mengisi kehidupan sang tokoh utama. Naskah yang ditulis sendiri oleh Greta pun diisi dengan dialog-dialog yang tidak membosankan dan padat makna, sebagaimana Greta memang sudah terbiasa menulis naskah film semisal Mistress America dan Frances Ha.

Mendapuk Saoirse Ronan sebagai karakter sentris dan artis senior Laurie Metcalf, keduanya mampu merealisasikan relasi ibu-anak yang terasa natural, powerful, lucu, manis dan emosional, mungkin tidak heran jika keduanya pun bisa meraih nominasi di ajang piala Oscar kemarin. Dan tentu saja sentuhan sinematografi yang terhampar dari tiap sudut take-shot yang menawan dan perfect, meski pengambilan gambarnya hanya melalui sudut rumah, pertokoan, dan sekolah katolik tempat Lady Bird belajar tapi gaya sinematis ini mendukung susunan cerita yang menambah suasana terasa warm dan sweet. Seolah Greta bukan saja ingin menyampaikan semi-otobiografi dirinya, tapi melalui kota kelahirannya Sacramento, Greta ingin mewakilkan rasa rindu dan cinta dirinya oleh ikatan kuat masa lalu di kota yang pernah ia tinggali.

You May Also Like

0 Comments