My Cousin Rachel (2017) Movie Review

by - Agustus 26, 2017




"Did she? Didn't she? Who was to blame?" sebuah kata yang dipakai saat film ini dimulai ternyata menjadi konklusi di akhir cerita. My Cousin Rachel adalah sebuah film karya Roger Michell ("Notting Hill", "Le Week-End", "Venus") yang di remake ulang melalui film klasik berjudul sama tahun 1952 yang dimainkan oleh Olivia de Havilland dan Richard Burton, dan juga adaptasi asli novel karya Daphne du Maurier di tahun 1951. Film ini dasarnya adalah sebuah film romantis berbalut misteri yang mengelilingi identitas penuh teka-teki seorang wanita janda bernama Rachel Ashley (Rachel Weisz) yang baru saja kehilangan seorang suaminya, Ambrose. Philip (Sam Claflin) anak baptis sekaligus sepupu Ambrose yang telah membesarkan dan menganggapnya sebagai ayahnya sendiri, tidak mempercayai kematian Ambrose bukan karena penyakit tumor kepala seperti yang di klaim oleh penasehat dan pengacara Ambrose, Mr. Rainaldi (Pierfrancesco Favino) dan yakin bahwa Rachel sendirilah penyebab kematian ayah baptisnya tersebut.


Film ini datang dari rasa kebencian yang berubah tumbuh menjadi obsesi cinta yang membutakan. Philip sama sekali belum bertemu secara langsung dengan Rachel. Tinggal bersama wali hakim Nick Kendall (Iain Glen) dan anak perempuannya Louise Kendall (Holliday Grainger) sebelum Philip akhirnya mendapatkan harta warisan dan kendali penuh atas perkebunan yang dimiliki Ambrose, Rachel yang menghilang lalu tiba-tiba datang mengunjungi Philip. Disaat pertemuan pertama mereka tentu saja Philip dipenuhi rasa benci serta ingin menuntut balas dendam atas kematian Ambrose, namun niatnya seketika berubah saat melihat Rachel untuk pertama kalinya yang ia kira adalah wanita gendut, tua dan jelek yang hanya punya niat jahat untuk menguras harta Ambrose. Rachel yang tersenyum ramah dan lembut, hingga membuat wajah sendu disertai getaran rasa gugup memegang cangkir teh ditangannya. Pertemuan mereka di awal penuh kecanggungan, membuat segala kebencian Philip di awal sirna melihat kecantikan dan pesona Rachel yang akhirnya membuat Philip jatuh cinta dan terobsesi dengan sepupunya tersebut.



Wanita adalah konotasi yang diciptakan melalui penggambaran kecantikan dan pesona yang menghipnotis. Bisa dibilang Philip adalah pria yang digambarkan memiliki kelemahan seperti yang pernah ia ucapkan, ketika hasrat cinta dan obsesi meracuni kesadaran dan tujuan awal yang ia miliki. Melalui sepetak romantisme yang penuh skeptisme, Rachel adalah wanita yang dibentuk melalui ambiguitas karakter yang terkombinasi hampir sempurna. Mulut manis dan getar-getir optimisme disertai kerapuhan yang dipancarkan melalui akting Rachel Weisz sangat menakjubkan, ia punya nyawa untuk mencampur adukkan tipikal wanita yang sepenuhnya mencurigakan tapi disisi lain membawa sentimen keragu-raguan akan daya tariknya yang sangat istimewa tentang kesubtilan gestur dan mimik wajah yang mendayu-dayu seakan ia memang wanita yang terpresentasikan sebagai wanita yang baik-baik tanpa punya maksud dan motif tertentu.


Sesungguhnya penyajian film ini cukup meyakinkan melalui pencampuran romansa dari penyutradaraan yang indah dibungkus melalui atmosfer yang gelap dan misterius. Sihir dalam film ini tentu saja semua berasal dari kepiawaian akting para pemainnya, terutama Rachel Weisz yang berhasil memikat sepanjang film, apalagi tatapan mata serta senyumnya yang begitu kuat memancarkan kecantikan dan keanggunan layaknya wanita normal dan biasa berhasil menipu dan memanipulasi otak saya untuk percaya sepenuhnya padanya, seperti yang pernah saya rasakan melalui akting Rosamund Pike di film "Gone Girl". Dari sebentuk visualisasi vintage klasik dan juga senimatis yang mencoba menggambarkan keindahan landscape dan set dekor dibuat cukup elegant. Hanya saja Michell gagal memberi pesan kontradiktif yang akan membuat saya kurang merasa mind-blowing di akhir cerita, setiap jawaban dan clue yang serentet coba diungkap satu-persatu telah mempermudah penonton untuk menyimpulkan kebenaran sesungguhnya, meski Michell sendiri merasa apa yang ia coba terangkan mengenai persepsi multi-tafsir pikiran tidak berhasil dilampaui hingga finish.

Ditambah lagi film ini enggan menyentuh ranah yang konteks seksualnya lebih abusive, meski film ini menyajikan sebentuk hubungan cinta antar sepupu yang terbilang manipulatif, kontradiktif, dan obsesif, tapi peluang Michell mempersentasikan hal yang lebih berbau "busuk" dan suffering dari sekedar penekanan unsur romansa yang terbilang tarik ulur terasa kurang bergairah, hingga timbal balik di akhir film ini pun tidak lagi sesuai dengan apa yang diharapkan menjadi dark romantic dalam motif yang lebih provokatif serta kotor. Saya rasa Michell masih terlalu takut untuk menggenggam narasi dan penyutradaraan yang lebih memuaskan secara obsesi yang lebih mendorongnya lebih dalam, demi menghasilkan penokohan yang abu-abu justru terjerembab pada narasi yang ikut menjadi abu-abu yang tidak lagi menyulap hasilnya menjadi kontradiksi yang sesuai dengan ending yang memuaskan di akhir cerita.

You May Also Like

2 Comments

  1. itu endingnya sebenernya rachel siapa sih? jahat apa ngga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Filmnya memang dibuat ambigu. banyak review luar juga mengatakan demikian. Ga ada yang bisa menjawabnya.

      Hapus