REVIEW FILM: Our Little Sister (2016)

by - Februari 01, 2017



Setiap orang pasti menyimpan kenangan pahit di masa lalunya. Hingga kadang kita berusaha untuk melupakan setiap kenangan buruk yang pernah menimpa kita di masa lalu. Tapi, dalam proses kehidupan, waktu tidak akan pernah bisa menghapus permanen apa yang telah terjadi pada kehidupan kita, apalagi saat masa lalu tersebut kembali muncul dihadapan kita hingga puluhan tahun kemudian. Hanya dua hal yang bisa dilakukan saat itu, menerima dengan penuh lapang dada dan juga mengambil hikmah dari setiap apa yang terjadi. Our Little Sister aka Umimachi Diary adalah sebuah film tentang bagaimana proses penerimaan masa lalu yang pernah menghancurkan hubungan keluarga dengan sebuah ketulusan dan kasih sayang secara heart-warming. Film yang diadaptasi dari manga berjudul sama karya Akimi Yoshida yang pernah meraih beberapa penghargaan di negaranya, Jepang.

Sachi Koda (Haruka Ayase), Yoshino Koda (Masami Nagasawa) dan Chika Koda (Kaho) adalah tiga saudara kandung yang tinggal sendirian dalam satu atap di rumah mendiang neneknya, sejak kedua orang tua mereka bercerai 15 tahun lalu karena masalah ayah mereka yang diam-diam berselingkuh dibelakang ibu mereka. Kini mereka bertiga telah dewasa dan hidup mandiri untuk menerima kenyataan tentang ayahnya yang tidak pernah bertemu sampai saat ini, hingga suatu hari mereka mendengar kabar tentang ayahnya yang meninggal. Meskipun dengan berat hati mereka akhirnya pergi ke tempat pemakaman ayahnya hingga hal tak terduga terjadi saat Sachi, Yoshino dan Chika bertemu dengan saudari tirinya, Suzu (Suzu Hirose), anak dari pernikahan ayahnya bersama janda yang dulu menjadi penyebab keretakkan keluarga Koda. Sepeninggal ayah mereka, Suzu yang masih muda tentu tidak lagi memiliki seseorang yang pantas untuk merawat dan mengasuh dirinya, bahkan ibu kandungnya Yoko. Karena Sachi, Yoshino dan Chika menyukai adik tirinya tersebut, akhirnya mereka bersedia mengasuhnya sebagai adik ketiga mereka dan tinggal bersama.

Karena kemarin sempat menonton film Hirokazu Koreeda berjudul "After the Storm" yang benar-benar menggapai sesuatu yang disebut kehangatan dan kasih sayang keluarga dibalik kehancuran dan keretakkan, saya pun langsung berantusias untuk menonton film yang satu ini. Ya, saya betul-betul mencintai film-film Koreeda, bahkan untuk yang satu ini. Our Little Sister juga menjadi salah satu film tentang memahami arti ketulusan dan kebesaran hati, saya tidak melihat hubungan Sachi, Yoshino dan Chika kepada adik tirinya Suzu seperti dongeng-dongeng "Cinderella" yang selalu tampak dibenci dan selalu berusaha untuk dicelakai oleh saudari-sauadari tirinya. Justru Koreeda menggambarkan sebaliknya, saat Cinderella disini benar-benar disayangi oleh kakak-kakak tirinya melebihi adik kandung mereka sendiri tanpa sedikitpun kebencian.

Film Koreeda memang selalu tampak sederhana, tapi ia tahu cara membawa permasalahannya pada titik yang lembut dan hangat, tanpa harus memaksa ceritanya berusaha membuat "punch" dan "emosi" yang berlebihan. Koreeda lebih berusaha untuk menggiring penontonnya mengerti dan mencintai para tokohnya secara "touching", dari pembicaraan dan obrolan yang sedikit memberi kita senyuman, ataupun pertengkaran-pertengkaran kecil dalam suasana rumah yang terasa nyaman dan normal. Tapi, sedikit demi sedikit Koreeda mulai membuka satu persatu apa yang sedang dipikirkan oleh ketiga wanita ini dan juga saat Suzu yang mencoba beradaptasi di lingkungannya yang baru, hingga ia pun merasa memahami dan merasa bersalah atas apa yang menimpa masa lalu yang pernah terjadi pada ketiga kakak tirinya.

Meski begitu, Suzu yang selalu merasa dirinya merasa "wrong time-wrong place", tapi begitu gampang diterima dilingkungan barunya. Ia tampak mudah disukai dan dicintai baik ia berada dirumah bersama ketiga kakaknya, disekolah bersama teman-temannya dan saat ia bergabung dengan klub sepak bola, atau ditempat orang tuanya dulu dan ketiga kakak tirinya sering nongkrong di kafe milik Ninomiya Sachiko (Jun Fubuki). Selain itu, Koreeda juga tidak lupa menyisipkan setiap permasalahan dan kehidupan pribadi baik Sachi yang paling tua sebagai seorang perawat disalah satu rumah sakit beserta hubungannya dengan seorang dokter yang disukainya, Yoshino yang bekerja sebagai bankir yang sering depresi karena selalu gagal dalam menjalin hubungan dengan pria yang salah, dan Chika, meski sayang perannya disini kurang mendapat perhatian penuh oleh Koreeda, mungkin karena slot dan waktu durasi yang membatasi. Tapi, semua tetap terasa pas, dan masing-masing permasalahan kehidupan yang dibawa bisa diangkat baik masalah yang terjadi di masa lalu maupun masalah yang timbul di masa depan.

Well, Our Little Sister menggapai setinggi-tingginya apa yang diharapkan tentang kehangatan, distorsi kehidupan, dan kebesaran hati yang dibentuk dengan sebuah rasa cinta dan ketulusan. Ada pancaran yang terasa menawan dan indah apa yang disajikan oleh Koreeda ketika hampir sepenuhnya yang dihadirkan film ini memancarkan kehangatan dan kelembutan, tanpa hadir penuh kebencian pada tiap-tiap tokohnya. Suzu adalah sebuah gambaran seorang gadis dimata Sachi, Yoshino dan Chika seperti sebentuk mutiara yang berusaha mereka lindungi dan mereka rawat, dengan hadirnya kebaikan-kebaikan yang bermunculan pada tokoh-tokoh yang ada pada fragmentasi cerita, meski setiap dari mereka menyimpan begitu banyak permasalahan hidup yang kadang menyentuh hati. Film ini seperti apa yang sering "Hayao Miyazaki" hadirkan dalam animasi miliknya, namun tanpa dilukiskan secara fantasi dan imajinasi yang tetap memiliki elemen moral kehidupan yang menyenangkan.

You May Also Like

3 Comments

  1. suzu hirose kok mirip artis tanah air ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. :D siapa mas? kalau saya sih bilang malah mirip sepupu saya...

      Hapus
    2. entahlah.. pokoknya perasaan pernah liat artis indonesia yg mirip dia. wkkwkwk

      wah hebat sepupunya mirip susu hirose. hehe

      Hapus