Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018) Movie Review

by - Desember 20, 2018



Dalam kurun waktu 2 dekade kita sudah mengenal 3 karakter Spider-Man modern yang diperankan oleh Tobey Maguire, Andrew Garfield dan Tom Holland. Ketiga-tiganya memiliki plot cerita yang hampir sama, entah kisah percintaan, pekerjaan, intelektual, tragedi paman Ben, dan segala yang sudah terasa familiar dengan karakter bernama Peter Parker. Nah, mungkin ide untuk membuat film Spider-Man out of the box dari kisah-kisah yang saya rasa lama-lama bakal jadi klise, tim studio Marvel beserta Sony Pictures berusaha untuk keluar dari kebiasaan lama. Maka tetap mengambil asal-usul adaptasi komiknya, Miles Morales (Shameik Moore) menjelma menjadi sosok the new Spider-Man. Tentu saja Spider-Man yang lebih muda dan segar, ayah dan ibu yang masih hidup, tanpa kisah cinta, dan berkulit hitam.

Miles Morales adalah remaja belasan tahun yang hidup bersama kedua orang tuanya. Miles memiliki seorang Ayah yang tidak ia sukai bernama Jefferson Davis (Brian Tyree Henry), seorang polisi yang keras dan kerap mengatur kehidupan pribadinya. Miles pun memiliki seorang paman yang ia cintai dan dekat dengannya, Uncle Aaron (Mahershala Ali) yang justru menjadi ayah keduanya. Miles sebetulnya hidup di kota yang sama dengan Peter Parker, dan mungkin diperkirakan 20 Tahun setelah kejadian-kejadian yang kita kenal sebelumnya, telah menikah dan hidup bahagia bersama Mary Jane. Beberapa plot cerita pastinya tidak akan saya jelaskan secara rinci, yang pasti disaat yang sama ketika Miles tergigit laba-laba misterius, seorang penjahat mencoba mengacaukan dimensi, sehingga beberapa Spider-Man di dimensi/universe lain tertarik ke dalam dunia tempat Miles tinggal, dan tugasnya sekarang adalah membawa pulang kembali para Spider-Man dan menyelamatkan kota dari kekacauan.

Melalui sebentuk animasi Spider-Man: Into the Spider-Verse adalah film penuh kekacauan, kerumitan dan keanehan. Baik karakter, cerita maupun visual animasinya sendiri. Berbagai macam karakter Spider-Man bermunculan, actually dari Spider-Man berperut buncit dan paling menyedihan, Spider-Man Noir, Spider-Woman, dan Spider-Man paling aneh dan konyol mirip tokoh kartun Looney Tunes, Porky Pig. Segala hingar bingar cerita yang konyol, melewati batas imajinasi dan pikiran liarnya, sentuhan ini tentunya didapat dari naskah dan ide Phil Lord dan Rodney Rothman, terutama Lord yang notabene membuat Spider-Verse layaknya The Lego Movie. Dibelakangnya pula terdapat tiga sutradara serangkai yang memang sudah pernah menangani animasi lain Bob Persichetti, Peter Ramsey dan Rodney Rothman.

Untuk animasi visualnya sebetulnya sedikit non-konvensional, lihat saja efek ledakannya yang menyerupai gelembung sabun, beberapa desain karakternya yang nyeleneh dan kadang ambigu untuk dibawa ke realita kehidupan Miles. Tapi, tentu saja kita dapat memaklumi bahwa kita dapat beranggapan film ini serupa animasi The Lego Batman Movie (2017), jangan pernah bertanya tentang logika dan keabsurdannya, tapi kita menyadari bahwa ini adalah film animasi, dimana kebanyakan memang tak memerlukan pemahaman tersebut. Selama film masih membuat tertawa, menyentuh hati dan masih related dengan kejadian-kejadiannya, Spider-Verse memiliki hal tersebut. Dalam keseruan efek animasi yang tajam dan mengikat, yang paling saya suka adalah perpaduan animasi dan lagunya yang terasa klop, salah satunya lagu "Sunflower" yang dinyanyikan Post Malone dan Swae Lee terasa renyah berapa kalipun di putar dan dinyanyikan oleh Miles sendiri, bahkan saat filmnya selesai. Dan faktanya saya sudah sering mendengar lagu ini sebelum filmnya dirilis, bener-bener adem dan renyah didengar.

Dari segi cerita, selain humor khas Phil Lord, film ini tetap mengeksplorasi ruang perasaan dan hati dalam ceritanya yang penuh ironi. Berbarengan dengan pendekatan kisah familiar seperti romansa hubungan Peter dan Mary, sedikit cuplikan kereta Spider-Man 2-nya Sam Raimi yang paling memorable, berbagai pop-culture yang memperkaya dunia Spider-Man. Memang film ini tidak hanya menghibur, tapi memang benar-benar film tentang Spider-Verse yang kadang terasa seperti nostalgia. Berbagai villain pun muncul disini, dari Doctor Octopus, Scorpion, Green Goblin, dan Kingpin. meski tidak terlalu banyak dimunculkan karena memungkinkan membebani cerita. Mengatakan Spider-Man: Into the Spider-Verse adalah film terbaiknya Spider-Man? Melihat kekayaan dan motivasi film ini dibuat sebagai bentuk penghormatan dan cinta pada karakternya yang paling ikonik, tentu saja tanpa ragu saya mengatakan filmnya benar-benar keren, bernuansa, eksploratif, kaya, unik dan menyentuh.

You May Also Like

0 Comments