The Villainess (2017) Movie Review

by - Januari 16, 2018



Perempuan cantik berkelahi dan membunuh memang bukan lagi tontonan baru, cukup tengok contoh paling fenomenal Black Mamba yang diperankan Uma Thurman di film Kill Bill vol 1 & 2. Adegan yang selalu dilakoni aktor laki-laki ini kemudian berubah haluan saat perempuan mengambil alih lebih banyak. Tahun 2017 pun turut diramaikan bukan saja melalui "Atomic Blonde" yang mampu membuat akting Charlize Theron sangat anggun sekaligus badass, Korea Selatan pun tidak mau kalah menampilkan perempuan-perempuan berparas girl band ini sama gilanya dengan si "blondie" yang berjudul The Villainess aka Ak-Nyeo.

Sook-hee (Kim Ok-bin) seorang wanita malang yang berusaha mengejar pembunuh ayahnya, kini harus berada dibawah naungan organisasi underground yang dipimpin oleh Kwon-Sook (Kim Seo-hyung). Dengan sebuah identitas baru dan kehidupan baru untuk menyamarkan dirinya sebagai mata-mata dan pembunuh bayaran, Sok-hee yang berharap untuk mendapatkan kehidupan normal bersama anaknya Eun-Hye, tidak serta-merta membuat kehidupan Sook-Hee terlepas dari masalah ketika ia dihadapkan pada dua pria yang dicintainya Joong-sang (Shin Ha-kyun) sang mantan kekasih dan Hyun-soo (Bang Sung-Jun) pria yang baru dikenalnya.


Sebelum saya membahas bagaimana adegan bak-bik-buk dalam film ini yang tampil begitu panas dan brutal, saya ingin mempertegas lagi bagaimana sosok perempuan di film ini begitu eksklusif. Jung Byung-Gil sang sutradara memberi posisi eksklusif bagi sosok wanita yang justru berbeda dari Atomic Blonde dalam ruang lingkup cerita espionase yang lebih dalam tapi tidak menekan kepribadian dan emosi sang tokoh utama. The Villainess sebaliknya, membawa potensi cerita yang lebih sempit dengan mengedepankan sensitifitas tokoh utama, Byung-Gil memporsikan cerita lebih mendasar dan lebih personal.

Diluar tema yang tampak begitu deras akan aksi. The Villainess mungkin bisa saya sebut sebagai melodrama-action yang tak kunjung henti memperlihatkan ketar-ketir kehidupan Sook-hee. Jung Byung-Gil beserta penulis naskah Jung Byung-Sik membuat ceritanya kian memporsir kedekatan kita pada emosi dan perasaan Sook-hee. Kita ikut bersimpati sekaligus menyukainya. Ketika ia beraksi segila, selincah dan sebadass, tapi tak luput akan sisi feminim dan manusiawinya Sook-hee. Dia tampak kuat dan beringas ketika menghabisi lawan-lawannya tanpa ampun, tapi disisi lain diperlihatkan sisi wanita naif dan lemah saat ia dipertemukan dengan kehidupan percintaan dan tenggelam oleh perasaannya tersebut. Dengan setumpuk kehidupan cinta dan pertemuannya dengan dua orang pria yang dicintainya, tentu selipan unsur romansa pastinya saya temui disini, meski adegan tersebut tampil begitu klise dari yang paling menempel dalam otak saya saat Sook-hee berpayungan dengan Hyun-soo ditengah hujan atau hal-hal romantis klise lainnya sehingga sekelibat saya seperti sedang menyaksikan serial drama korea, tapi ini tidak melunturkan imej The Villainess sebagai film action, justru mempertegas hubungan emosional para tokohnya terkukuh lebih solid.


Disisi lain Byung-Gil mencoba mengekspansi kehadiran wanita jauh lebih berpengaruh dalam film ini, seperti halnya Kwon-Sook sebagai tokoh chief wanita yang tegas dan karismatik, hingga para wanita assassin lainnya selain Sook-hee turut menyumbangkan ototnya, hingga terasa wanita di film ini tampak seperti kunoichi (ninja wanita) yang ototnya lebih banyak terpakai daripada pria (selain para anggota kriminal tentunya). Hingga menyelipkan seputar kultur modern di Korea Selatan soal operasi plastik sebagai standarisasi kecantikan di Korea, meski hal ini hanya terselip melalui sepercik adegan tak penting, tapi cukup mewadahi sedikit sindiran Byung-Gil mengenai hal ini.

Sebagai elemen utama yang disajikan yaitu aksi, ternyata berperan besar dalam menawarkan sinematis yang variatif dan belum pernah saya saksikan sebelumnya. Selain polesan sinematografinya yang sangat apik, perpaduan warna palette yang selalu pas dalam menggambarkan setiap moment yang berbeda-beda. Tapi, yang perlu digaris bawahi adalah penggunaan teknik dan efek kamera yang sangat fantastis saat aksi mulai diputar. Beberapa momen aksi diambil dengan efek teknikal "first person" (istilah dalam game FPS yang mengambil langsung sudut pandang orang pertama) hingga efek "fisheye", memberikan pengalaman sinematis yang begitu melekat dan dinamis dengan mata saya sehingga aksi brutal layaknya The Raid dan Kill Bill ini seolah kita sendiri yang mengalaminya, tanpa harus membuat saya pusing dan bingung dengan gerakan kameranya yang sangat aktif dan liar.



Tapi, sayang The Villainess memiliki ending yang tidak begitu konklusif dan terkesan membingungkan. Entah apa karena saya sebagai penulis dan penonton  yang kurang peka atau memang Byung-Gil yang kurang menggali lebih dalam soal konflik cerita. Kontradiksi ini lahir dari hubungan Sook-hee dan Joong-sang, perpisahan dan pertemuan mereka tampak begitu ambigu, apalagi sosok Joong-sang yang memiliki rahasia yang sedari awal sudah saya tebak dan memang mencurigakan. Dan hal aneh ini mengganggu saya terutama *SPOILER: Saya tak mengerti kenapa Joong-sang tega memutuskan membunuh anak darah dagingnya sendiri Eun-Hye yang buat saya masih sangat lucu-lucunya, (ingat adegan anak buah Joong-sang menyandra Hyun-soo dan Eun-Hyo dirumah, kemudian Hyun-Soo mengatakan pada Joong-sang melalui handphone bahwa Eun-Hye adalah anak kandungnya, tapi sayang jawaban dari Joong-sang sengaja dibuat tidak terdengar), ini membuat saya makin tak paham, apakah Joong-sang tak mempercayai kata-kata Hyun-Soo atau memang murni Joong-sang ini goblok dan tak menyadari bahwa Eun-Hye adalah anaknya sendiri? Tapi sayangnya Joong-sang mengakui pernah jatuh cinta pada Sook-hee, mereka menikah dan saya rasa dia tidak gila dan saya rasa dia hanya sedikit goblok dalam bertindak. Dari sini saya kontradiksi dengan kepribadian dan masalah yang dialami Joong-sang, hanya karena alasan pernah membunuh ayahnya Sook-hee, ia kemudian memalsukan kematian,  menyengsarakan Sook-hee dan tega membunuh Eun-Hye? Ini terlalu dangkal untuk sebuah konklusi. Meski saya menyadari mungkin seharusnya Byung-Gil dan Byung-Sik mengambil lebih banyak waktu menceritakan lebih dalam profil Joong-sang, sehingga konklusi terasa lebih masuk akal dan beralasan. Tapi, sayang ini membuat cerita menjadi timpang dan membuatnya menjadi menyebalkan. *SPOILER END*. Selain itu saya pun tak memahami apapun kondisi yang terjadi di universe The Villainess, termasuk organisasi yang dipimpin Kwon-Sook yang notabene apakah mereka berasal dari organisasi dibawah naungan polisi atau memang mereka berasal dari sindikat kriminal elite semacam John Wick yang menugaskan Sook-hee dan para wanita (cantik) rekrutan ini membunuhi target tanpa harus mempertanyakan siapa mereka. Meski ini bukan pondasi yang ingin disampaikan, tapi ini juga menimbulkan tanda tanya besar di akhir, sehingga menimbulkan kemungkinan adanya The Villainess 2, meski hal ini tak mungkin terjadi.

You May Also Like

0 Comments