Girls Trip (2017) Movie Review

by - Oktober 22, 2017



Sebetulnya garapan dari sutradara Malcolm D. Lee ini terkesan usang untuk dipakai sebagai komedi alternatif yang kurang terasa orisinil, sebutlah dua film teranyar The Hangover, Bridesmaids dan ditahun yang sama "Rough Night" pun tak lebih sama dengan konsep film yang diberi judul "Girls Trip" ini. Terus apa yang membuat Girls Trip istimewa sehingga mampu meraup pendapatan box office diatas $100M sebagai film yang ditulis, disutradari, dan diperankan oleh hamppir semua keturunan Afrika-Amerika?

Girls Trip memang bukan sekedar komedi kurang waras yang senantiasa memberi kekacauan liar dan gila pada tingkat dewa dimana para wanita yang coba mewujudkan sebuah ledakan masa muda ditengah gempuran kehidupan yang semakin dewasa, terbilang sukses. Malcolm yang juga menangani sekuel ke-2 Babershop (Babershop: The Next Cut) tampaknya cukup mahir membawa jalinan cerita yang sentimental diantaranya, "komedi" dan "konflik". Kesuksesan ini bukan sekedar gempuran komedi tanpa garam yang eksplisit bersifat vulgar dan kasar. Tapi, bagaimana ia menyentil isu moral dan sosial dalam diagram publik figur yang sedang mengalami puncak karir, namun tersandung berbagai permasalahan serius termasuk skandal perselingkuhan yang mengancam karir, pernikahan dan juga persahabatan.

Pondasi ini diperkokoh dari keempat chemistry memikat dari Ryan (Regina Hall), Sasha (Queen Latifah), Lisa (Jada Pinkett Smith) dan Dina (Tiffany Haddish). Meski dalam film Ryan-lah pusat cerita. Tapi, dimana Sasha, Lisa dan Dina mampu tampil memberi gejolak berbeda dari setiap kepribadian yang unik dan berbeda, sehingga saya rasa pun tak ada yang namanya tempelan semata. Mereka berempat sahabat yang telah berteman sejak remaja hingga menginjak dunia dewasa (kerja). Persahabatan bagi mereka adalah segalanya, rumah bagi mereka, dimana "Flossy Posse" (sebutan khusus bagi geng mereka). Melakukan hal gila, liar dan berpesta sudah menjadi jati diri geng ini, hingga rutinitas dan kesibukkan mulai memudarkan hubungan mereka berempat.


Ryan menjadi seorang penulis terkenal yang tengah sukses bersinar, menikah dengan sahabat semasa kuliahnya, Stewart (Mike Colter). Sasha, jurnalis sukses yang memiliki blog pribadi, lalu beralih menulis kehidupan pribadi publik figur. Dina, yang paling heboh dan gila diantara mereka, dan terakhir single parent yang berusaha menjadi "ibu" dan "pengasuh" bagi kedua anaknya, Lisa. Masalah muncul saat Ryan memutuskan untuk mengajak geng-nya mengunjungi kota New Orleans untuk menghadiri acara tahunan Essence Festival, sembari menghidupkan kembali persahabatan mereka yang telah 5 tahun menghilang.

Bersama dua penulis naskah Kenya Barris dan Tracy Oliver, saya tak pernah meragukan bagian komedi dari Girls Trip, awalnya saya sempat ragu saat D. Lee tampak kesulitan memberi tawa kecuali perlahan mengenalkan kita pada watak dan latar belakang kehidupan empat wanita tersebut. Tapi, lambat laun meski tampak bersusah payah Girls Trip menemukan keasyikkannya, kegilaannya, dan keabsurdannya. Hampir sama dengan geng "Bad Moms", hanya saja perahu bertambah dari tiga menjadi empat. Seperti tingkah liar Dina, bertindak sesukanya dari menyemproti orang-orang dengan kencingnya, berkelahi dengan siapapun, sebagai yang paling agresif, tapi jujur. Lisa, meski dianggap paling seksi, tapi karena sikapnya sebagai ibu rumah tangga, norak dan tingkah konyolnya kadang sudah tingkat akut. Sasha yang paling peka dan sensitif dengan persahabatan, dan tentu saja Ryan, wanita yang kadang terlihat modis sebagai publik figur, namun sikapnya yang egois dan bermuka dua, kadang membuat saya sendiri geram dengan caranya yang tampak tak jujur dengan teman maupun dirinya sendiri, bahkan selalu risih dan curiga dengan teman paling dekatnya Sasha, meski akhirnya kita sendiri mengerti akan alasan yang ia perbuat sampai sejauh ini.

Meski hamparan cerita dan sekuens komedi tampak klise, tapi tujuan D. Lee tersampaikan dengan baik dengan bantuan komedi Rating 'R' hingga hamparan konflik pun terasa kompleks. Apalagi ia benar-benar membawa sensitifitas kehidupan selebritis yang memang tampak selalu jadi pusat perhatian, ironi yang memang selalu tampak nyata terlihat sehari-hari dari aib hingga skandal, terlepas kepopuleran mereka selalu jadi bahan berita, menyinggung pula profesi jurnalis yang kadang tak lepas dari musuh bebuyutan para publik figur, yang kadang dikatakan sebagai profesi tak berperasaan dan kejam.

Well, Girls Trip buat saya salah satu komedi terbaik tahun ini, sebagaimana ia begitu memberi kesenangan dan membuat saya tertawa non-stop. Efektif memberi lelucon sembari mengenal sensitifitas moral dalam kehidupan selebritis dan jurnalistik dengan cara yang fun and nasty. Semua itu mungkin takkan bagus tanpa chemistry memikat dari keempat wanita yang berusaha bertingkah segila, sekonyol dan seagresif mungkin, terutama tentu saja Tiffany Haddish yang menurut saya urat malunya sudah putus, kegilaan yang betul-betul norak tapi luar biasa lucu.

You May Also Like

2 Comments